Monday 30 September 2019

Jadi Bendahara Ternyata Tidak Mudah

Pernahkah anda merasakan posisi sebagai bendahara? Baik itu di organisasi, di kelas, di sekolah, di asrama atau dimana saja tempatnya. Jika pernah, pasti anda akan merasakan susahnya jadi bendahara.

Sama halnya seperti aku, kini aku diberi amanah menjadi bendahara disebuah koperasi.
Awalnya aku berfikir, menjadi bendahara itu mudah. Karena tugasnya hanya nagih uang, mencatat, lalu pegang uang.
Tapi ketika aku ditunjuk jadi bendahara di koperasi ini, aku sudah menolak untuk memegang uang. Aku orangnya suka khilaf, takutnya uang ummat aku pakai. Kan Ngeri.

Jadi bendahara itu dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang tinggi. Mencatat semua pengeluaran dan pemasukan. Walau pengeluaran itu hanya untuk membeli jarum atau hanya keluar Rp 1 (satu rupiah) saja harus dicatat. Dijelaskan sejelas-jelasnya dan sedetil-deilnya. Jangan ada yang tidak disampaikan ke dalam buku rekapitulasi.

Pernah suatu hari saya lupa mencatat laporan, benar-benar lupa karna saat itu kebetulan masih banyak kerjaan. Luar biasa pusing dibuatnya. Meskipun uang yang lupa dicatat hanya sedikit, tapi malunya dengan ketua koperasi luar biasa.
Padahal yang namanya lupa, mau disumpah apapun ya berani. Namanya juga lupa. Sudah qadratnya manusia banyak luputnya.

Menjadi bendaharapun tanggung jawab yang diemban bukan kepada diri sendiri, selain kepada anggota, menjadi bwndahara harus bisa bertanggung jawab dihadapan Allah. Maa syaa Allah bukan?

Tugas bendahara ternyata banyak sekali. Seperti yang sekarang kualami. Selain menagih angsuran, mencatat laporan, kini ada tugas baru, mencatat belanjaan para anggota karena koperasi tempatku menjadi bendahara membuka warung. Sehingga beban semakin bertambah.

Apalagi saat laporan, sampai bingung jawaban yang harus disiapkan.

Semisal
"Pak, fulanah tidak angsuran bulan ini"

"Kenapa?". Tanya balik.

Mana aku tahu kenapanya.

"Pak, fulan dan fulanah tidak belanja bulan ini".

"Kenapa? Dijapri lo bu". Jawabnya

Maa syaa Allah, berat sekali beban menjadi bendahara. Beban moral iya, karena setiap menagih angsuran atau mengajak belanja, aku harus putuskan urat malu, tarik nafas, tenangkan hati, baru mulai bicara. Itu saja diikuti perasaan was-was. Takut jika kalimatku menyinggung perasaan anggota lainnya.

Maka, bagi kalian yang mengatakan menjadi bendahara mudah,  setelah ini ubahlah pandangan seperti itu. Itu tidak semudah yang kita bayangkan. Jadi bendahara itu tidak enak dan tidak gampang. Saya baru merasakannya seperti itu. Karena selain mananggung beban moral menagih-nagih, juga aku harus mengeluarkan uang untuk mengganti kekurangan uang yang ada setelah dijumlahkan. Padahal sudah kucatat semuanya dalam pembukuan. Sepertinya tidak mungkin uang itu bisa kurang. Tapi ternyata uang yang ada kurang, tidak tahu entah kemana.

Nah, bisa rugi bukan??

Sunday 29 September 2019

Ayah

Ayah, saat kau jauh dariku

Hati ini pilu mengenang kebersamaan dengamu
Saat kutanyakan kabarmu
Percayalah, aku tak ada maksud lain
Hanya kabar kesehatanmu yang kutunggu

Maafkan aku,
Dulu nasehatmu kuabaikan
Kata-katamu kupatahkan

Saat ini kusadar
Betapa sesungguhnya kau mencintaiku
Mencintai anak-anakmu

Ayah, bertahanlah sejenak di sana
Dan bila saatnya tiba,kembalillah dengan sejuta cintamu untukku,
Untuk semua anak-anakmu
Tetes air matamu menyayat hatiku
Berjanjilah untuk tidak menangis lagi

Lantunan do'a aku persembahkan untukmu
Aku menyayangimu

Meski kadang kuberfikir caraku salah
Yakinlah bahwa Aku selalu menyayangimu.

Berani Berkata Benar

Dulu sering sekali aku membuat catatan jika aku suntuk. kali ini aku mencoba membuka catatan itu, kutemukan sedikit goresan tinta ini

Bismillah, akan kucoba tulis ulang disini.

Kadang-kadang kita terlalu menjaga hati dan perasaan orang lain, kita takut segala kebenaran yang akan disampaikan akan membuatkan hati sesetengah orang yang ada disekeliling kita akan terluka. Sayangnya kerana terlalu menjaga hati orang lain, kita sebenarnya telah menyebabkan hati orang-orang yang ingin kita jaga itu jadi bertambah terluka apabila kebenaran yang disembunyikan itu akhirnya terbongkar.

Sepahit mana pun kebenaran itu, jadilah orang yang berani menyatakannya. Mungkin dengan keberanian itu, orang-orang yang ada disekeliling kita akan lebih menghargai keikhlasan dan kejujuran kita. Ajarlah jiwa kita agar sentiasa berlapang dada dan sentiasa berani menghadapi setiap kemungkinan yang akan terjadi setelah kebenaran itu dinyatakan. Kita bukanlah manusia yang terlalu sempurna, yang tidak pernah melakukan kesilapan dalam hidup namun setiap kesilapan yang pernah dilakukan haruslah dikaji agar kesilapan-kesilapan itu tidak berulang lagi pada masa-masa akan datang.

Saya tahu, di luar sana ramai yang bertindak menyembunyikan kebenaran dan mereka ini saya percaya bukanlah tidak jujur, tidak ikhlas atau hipokrit tapi mereka pasti punya alasan tersendiri untuk tidak menyatakan kebenaran itu.

Untuk semua, jika anda benar-benar menyayangi dan menghargai persahabatan yang anda jalin dengan sahabat-sahabat anda, beranilah menyatakan kebenaran. Beranilah menegur jika ada salah sikap yang dilakukannya. Tegurlah dengan penuh kasih sayang bukan dengan kritikan dan cemoohan menghina. Persahabatan dan perhubungan yang dibina berlandaskan kasih sayang pasti akan menjadikan sesuatu hubungan itu lebih manis.

Sendalku sayang, Sendalku Malang

Didunia pendidikan zaman sekarang, sepatu hanya digunakan saat berangkat dan pulang sekolah. Baik itu siswanya maupun gurunya sendiri. Karena sedikit banyak sekolah-sekolah sekarang berlantaikan keramik sehingga sepatu hanya sebagai simbol semata.

Seperti di sebuah sekolah swasta yang ada di kotaku. Disekolah tersebut baik guru maupun siswanya sebagian besar membawa sandal sebagai alas kaki saat jam istirahat, jam sholat dzuhur, jam sholat duha maupun jam lainnya.

Sayangnya, seringkali beberapa sendal sering berpindah tempat dengan sendirinya, hilang sebelah bahkan ada yang lenyap tak ada jejaknya. Sebelumnya solusi kami yaitu dengan memberi nama pada sendal milik kami dengan menggunakan sepidol permanen. Namun sayang, kejadian sendal hilangpun masih terulang. Dahsyatnya lagi, sendal warga yang ikut sholat dzuhur berjamaahpun pernah hilang.

Amazing bukan??

Bukan suudzon tapi, kejadian ini ada 2 sebab. Jika bukan siswa yang memakai sendal tanpa izin, berarti gurunya yang ngawur memakai sendal oranglain.

Oleh karena itu, solusi dari kami yaitu dengan mengingat bahwa kebaikan sekecil apapun harus dimulai dari kecil, dimulai dari diri sendiri, dimulai dari sekarang. Nah, kini tak henti-hentinya kami saling mengingatkan bahwa, memakai barang milik oranglain tanpa izin sama dengan mencuri. Maka, biasakan izin sebelum memakai barang milik oranglain termasuk sendal. Jika tidak mampu untuk meminta izin, maka milikilah sendiri barang pribadi tersebut!

Saturday 28 September 2019

Resensi buku "Yuk, Berhijab! "

Minggu ketiga di komunitas ODOP rasa menyerah dan pasrah mulai melanda.  Bagaimana tidak,  aku yang tidak terlalu suka membaca mendapat tantangan menulis resensi buku. Belum lagi diminggu ini hutang tulisanku ada dua.  Kemudian,  agenda di minggu ini yang harus mengawal anak-anak kemah sangat melelahkan.  Belum lagi bermain bersama baby Arkhan, maa syaa Allah lelah sekali emak.

Namun,  aku tak ingin mundur dari komunitas yang sangat positif ini,  tetap saja cari celah untuk tetap menulis.  Dan kali ini aku ingin menulis resensi buku yang berjudul "Yuk,Berhijab!"

Identitas Buku
Judul buku: Yuk,  Berhijab!
Penulis : Felix Y. Siauw
Penerbit: Alfatih Press
ISBN: 978-602-1799-74-1
Tahun Terbit: 2015
Tebal Halaman: 148 Halaman.

Meskipun judul buku ini Yuk, Berhijab.  Secara tidak langsung,  saat membaca buku ini kita tahu bahwa buku ini menceritakan tentang bagaimana seorang wanita berhijrah.  Kenapa  kukatakan berhijrah?  Karena hampir disetiap bab bukan hanya ajakan untuk berhijab garis kecil.  Namun juga berhijab garis besar.

Di buku ini juga menjelaskan secara rinci bagaimana Islam memuliakan wanita dari aturan berpakaian, menutup aurat sampai bagaimana wanita dihormati dengan hijabnya.

Hijab dalam buku ini,  bukan hanya tentang pakaian maupun jilbab yang harus dikenakan oleh seorang muslimah.  Namun,  sampai hal tabarujpun dibahas.  Bagaimana cara ketika seorang muslimah berjalan di tengah-tengah  kerumunan lelaki sampai  dengan makna "berpakaian tetapi telanjang".

Kelebihan buku
Didalam buku ini ada catatan si Benefiko di setiap akhir bab.  Nah ini nih yang membuat buku ini semakin menarik dibaca.  Di cacatan si Benefiko ditampilkan ilustrasi disertai gambar yang membuat jalannya cerita semakin menarik. Kelebihan lainnya di setiap kalimat banyak yang menggugah ghiroh untuk kita mengikuti ajakan sang penulis untuk berhijrah.

Kekurangan buku
Sebagaimana Allah katakan bahwasanya tidak ada yang sempurna di dunia ini.  Begitu juga dengan buku yang telah terbit.  Karena selera pembaca juga berbeda-beda,  kemungkinan besar kekurangan yang dirasa juga berbeda.  Menurutku kekurangan yang ada di buku ini, arti dari setiap ayat yang dimunculkan menggunakan pena warna merah.  Sedangkan kita tahu,  bahwa pena merah tidak bagus untuk kesehatan mata para pembaca.

Secara garis besar,  buku "Yuk,  Berhijab! sangat recomended untuk dibaca bagi muslimah maupun muslim.  Dari berbagai usia. Kenapa yang muslim juga cocok membaca buku ini?  Sebagai tuntunan untuk membimbing Sang Istri maupun anak perempuannya.

Friday 27 September 2019

Keluarga Miskin Penerima PKH

Beberapa tahun terakhir pemerintah mengadakan program PKH.
PKH atau Program Keluarga Harapan adalah program perlindungan sosial melalui pemberian uang non tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Mereka yang berhak mendapatkan PKH adalah yang memiliki ibu hamil/nifas/menyusui, dan/atau memiliki anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, dan/atau memiliki anak usia SD dan/atau SMP dan/atau anak usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar.

Menarik sekali ketika membahas kata miskin. Seharusnya pemerintah menuliskan kriteria miskin yang harus menerima bantuan PKH ini. 

Kenapa?

Akhir-akhir ini, salah satu penerima bantuan PKH curhat ke aku. Kebetulan beliau terbilang mampu jika kita hanya melihat dari bentuk rumahnya. Rumah yang sudah mentereng tegak beralaskan keramik. Namun jika kita melihat kedalam, luar biasa maa syaa Allah.  Ternyata rumah yang kini berdiri kokoh, hasil dari iuran anak-anaknya, sawah tak punya, ladang tak punya, hanya sepetak rumah yang ia miliki. 

Kemudian, ada beberapa tetangganya yang kini tengah berebut menginginkan bantuan PKH ini jika ada kesempatan. Mereka mengaku perlu menerima bantuan ini, karena menurut mereka, merekalah yang berhak menerima bantuan tersebut. 

"Rumahku lo masih jelek, kok aku enggak dapat bantuan". Ucap mereka.

Iya, rumah yang dihuni mereka memang belum bagus jika dilihat dari kacamata orang yang tidak bersyukur. Kenapa kubilang tidak bersyukur? Mereka memiliki segalanya, sawah mereka punya, ladang karet mereka punya, tempat tinggal yang layak juga mereka punya. 

Siapa sih yang mau miskin? Pasti tak ada yang mau. Begitu juga Ibu penerima PKH yang tengah curhat masalahnya ke aku. 
Andaikan pemerintah menuliskan kriteria calon penerima PKH mungkin tak ada lagi nyinyir disana sini.

Namun, hidup tanpa nyinyiran tetangga rasanya kurang manis.

Wednesday 25 September 2019

Akhirnya Mereka Suka


Lagi-lagi aku diberi amanah untuk menjadi wali kelas 6. Diawal setiap pembukaan belajar matematika, seperti biasa aku selalu bertanya.

         “Siapa saja yang tidak suka dengan matematika di kelas ini? Tolong angkat tangan!”. Tanyaku.

Selalu saja yang menjadi pusat perhatianku mata pelajaran matematika, kenapa tidak, karena setiap kali UASBN yang dikhawatirkan para wali murid maupun guru ya nilai MTK nya.

Sontak mataku terbelalak, karena setelah tangan diangkat, begitu banyak tangan bergentayangan. Benar saja, dari 32 siswaku ada 25 siswa yang tidak suka matematika. PR besar bagiku, karena aku harus mempersiapkan mereka menuju ujian.

Aku teringat dengan salah seorang motivator.
“Buat pelajaran kita salah satu pelajaran yang menyenangkan, agar siswa  membuka hati, membuka pikiran  (open minset bahasa kerennya) sehingga siswa kita akan merasa pelajaran kita sangatlah mudah” 

Pertanyaan demi pertanyaan kulontarkan.
“Maa syaa Allah, kenapa matematika tidak disukai?” tanyaku.

“Dari dulu remedi terus!”
“males bu!
“Matematika pelajaran sulit bu”

Dan masih banyak lagi teriakan mereka.
Otakku mulai melayang, harus kumulai dari mana untuk menjejeli mereka pelajaran kelas 6.
Aku mulai membentuk mereka menjadi 6 kelompok secara acak. Kemudian masing-masing kelompok memilih nama kelompok beserta ketua kelompoknya. Tak lupa kuminta mereka membuat yel-yel kelompok. Masing-masing kelompok diminta untuk membawa kertas spectra, dimana kertas tersebut digunakan untuk menempel bintang bagi siswa atau kelompok yang mendapatkan reward karena tenang, ibadahnya rajin, diskusinya menarik, jawaban tepat, tidak mengganggu temannya saat belajar dan masih banyak yang lainnya.
Suatu hari, aku sengaja memberikan soal matematika yang begitu mudah, agar sebagian besar dari mereka mendapat nilai 100.  Aku yakin, patokan mereka adalah nilai. Kuminta kepada mereka untuk berdiskusi dalam mengerjakannya. Benar saja, saat buku mereka kembali dengan nilai 100 semua, mereka merasa bahagia. Alhamdulillah.

Diwaktu yang lain, aku memberikan soal yang mudah lagi agar mereka mulai suka dengan matematika. Alhamdulillah, apa yang aku pikirkan benar. Sms dan watshap dari orang tua wali murid mulai berdatangan. Mereka berkata, anaknya mulai suka dengan matematika, ada yang bilang belajar denganku asyik, pun ada yang bilang andai semua pelajaran aku yang mengampu. Ah, kalimat begituan membuatku ingin terbang melayang. (sabar eka, ini ujian). Lamunanku kuhentikan, aku mulai tersadar.

“Ah, asyik karna itu fasion ku. Coba aku mengampu pelajaran IPS, pasti garing”.

Pada hari Senin, setelah aku memberikan materi matematika. Aku menantang siswaku.
“Bu guru tantang kalian, bagi 2 orang pertama yang berani menghadap bapak kepala sekolah dan meminta soal matematika materi ini kemudian dia bisa menyelesaikan di hadapan beliau, Bu guru beri uang masing-masing 10 ribu”
Aku menyaksikan sesuatu yang lain di kelasku. Kenapa?
Karena, wajah mereka menunjukkan wajah siap. Sumringah, pertanda meng iyakan tantanganku.

Setelah sholat dzuhur berjamaah, kakiku melangkah ke kantor untuk mengambil secarik kertas penting. Tapi, sesampainya di kantor aku terkejut dengan dua siswaku yang sedang duduk dengan bapak kepala sekolah.

“Mas Nabel, mas Abim, apa yang kalian lakukan di sini?
“Menjawab tantangan bu eka” jawab mereka
Aku kaget, sekaligus bangga dengan mereka. Aku biarkan mereka berbincang-bincang dengan kepala sekolah. Aku tinggalkan mereka berdua di kantor. Ketika kulirik, mereka sudah meninggalkan ruangan kepala sekolah, aku datangi ruangan beliau.
“Assalamualaikum pak”
“Walaikumussalam wr wb ustadzah”
(yaelah, aku merasa tak pantas dengan sebutan itu)
“Emmmmmmmmm pak, dua siswa tadi bisa jawab pertanyaan bapak tidak?”
“Bisa,bisa”
“Terimakasih pak”

Wah, hilang deh uangku, hahahaha. Aku mulai melangkahkan kaki menuju kelas. Baru saja masuk kelas.
“Bu eka, mana janjinya? Aku berani menghadap Bapak kepala sekolah dan bisa menjawab pertanyaan beliau” mereka menagih janjiku.
“Ah yang bener? Bu eka nggak percaya ah”
“Bu eka nih bilang saja gak punya uang” ledek mereka
“Macam-macam (kuambil dompet dan kukeluarkan uang dua puluh ribu”
“Bu, boleh tidak ditukar bintang saja? Kalau duit aku sudah punya banyak bu”.
Wah, padahal kalau duit kan bisa untuk apa saja. Sedangkan bintang hanya secarik kertas bergambar bintang. Untung nih aku, ah pikiran jahatku kubuang, aku harus memiliki pendirian apalagi di depan siswaku.

“Ya tidak boleh to mas, hadiah uang ya uang, tidak boleh diganti bintang”
“Bu, Bu, bintang saja sih, 10 saja gak papa bintangnya”
“bintangnya tidak diperjual belikan ya”
Akhirnya mereka menerima hadiahku. Alhamdulillah kini di kelasku sebagian besar sudah menyukai pelajaran matematika. Semoga seterusnya akan menyukai matematika.


Monday 23 September 2019

Masakan Ibu

"Ibu hamil tidak boleh stres, harus selalu enjoy, jangan sering menangis. In shaa Allah kalau makanan tidak ada pantangan, perbanyak makan sayur". Nasehat Bu Bidan padaku.

Ngomong- ngomong masalah makanan, hal yang paling bikin kangen setelah aku menikah ya masakan Ibu. Aku selalu kangen sama masakan Ibu.

Dulu, ketika masih gadis saat diminta Ibu untuk belajar masak, selalu kujawab
"Tenang bu, ada mbah google yang bisa membantu". Jawabku.

Qadarullah, ketika menikah aku dapat suami yang bertempat tinggal jauh dari signal. Sehingga untuk searchingpun tak bisa. Jangankan searching, untuk menerima telpon saja susah.

Setiap aku kangen sama masakan Ibu, aku telpon Ibu hanya untuk menanyakan resep masakan Ibu. Dari resep opor ayam, sambal ikan asin, pepes sampai tumis jamur. Resep yang Ibu berikan, aku catat untuk bahan contekan saat aku memasak esok hari. Namun, masakanku tak seenak masakan Ibu.

Sampai pada suatu hari, mual dan muntah terus kualami pada usia kehamilan minggu ke 8. Rasanya lidah ini benar-benar sudah kangen dengan pepes buatan Ibu.  Pagi hari sebelum aku berangkat sekolah.

"Mas, nanti sore ke rumah Ibu ya". Pintaku.
"Iya dek, sudah kangen ya?.

Hari semakin cepat berlalu. Ketika suami menjemputku dari sekolah, dijalan hening tak ada sepatah kata dariku maupun darinya. Tiba-tiba

"Dek, nanti enggak ke rumah Ibu dulu ya, soalnya.........."

Belum sempat suamiku menjelaskan alasanya, air mataku langsung membanjiri pipi. Kenapa? Kenapa? Kenapa?

Meski kata kenapa menyelimuti isi kepala, namun mulut ini tak berhenti berkicau.

"Mas sudah janji tadi pagi, pokoknya ditepati. Aku egak pernah minta apapun kan dari Mas, hanya sekali ini aku minta. Tapi egak dituruti, . ......". Jawabku nerocos

"Iya maaf, maaf sekali. Iya nanti ke rumah Ibu".

Meski suami sudah menjawab iya, namun aku masih saja menangis. Tak rela dengan keberatannya. Dengan segala cara, suami menenangkanku.

Dari dulu aku memang cengeng. Cengeng saat dilarang ini dan itu. Cengeng saat gagal kesini dan kesitu serta masih banyak yang lainnya.

Alhamdulillah sore itu kita jadi pergi ke rumah Ibu. Sesampainya di rumah Ibu, aku dibuatkan pepes sesuai permintaanku.

Nyummiiiiiiiiiii

Alhamdulillah, rasa mual sedikit hilang. Makanan jiga tidak ada yang berbalik arah. Memang masakan Ibu nomor satu.

Terimakasih Ibu.

Saturday 21 September 2019

Resep Bolu Pisang Pakai Ukuran Sendok

Mudah in shaa Allah

Assalamualaikum Smart Ladies, ceritanya aku punya pisang ambon yang sudah aduhai, lumayan tak sedap jika hanya untuk cuci mulut.
Setelah melihat-lihat resep by bunda @wariprastiti12 via instagram, timbullah keinginan untuk kusulap jadi bolu pisang kukus, meski di resep beliau di open alias di panggang yah.

Nah, karna di resep beliau memakai takaran gram, tapi di rumah tidak ada timbangan. Aku pakai ukuran sendok makan deh.

♥Bahan
💠 4 buah pisang ambon
💠 7 sendok makan gula pasir
💠 7 sendok makan margarin
💠 3 buah telur
💠 1 bungkus vanili
💠 15 sendok makan terigu berprotein rendah

♥Cara membuat
🔰iris sebuah pisang untuk toping.
🔰 kocok dengan mixer telur dan gula putih secara bersamaan. Kocpng hingga mengembang
🔰Cairkan mentega..
🔰Lumatkan 3 buah pisang ambon dengan menggunakan garpu (jangan menggunakan mixer).
🔰 Setelah adonan mengembang, campurkan pisang yang sudah di lumatkan dan tepung terigu. Campurkan juga margarin yang sudah cair dan sebungkus vanili.
🔰 Aduk menggunakan sendok garpu sampai adonan tercampur.
🔰 panaskan panci dengan api sedang.
🔰 masukkan adonan kedalam loyang yang sudah dilumuri dengan mentega.
🔰 beri toping sesuka hati, karena bahan di rumah sedang kosong saya beri toping irisan pisang .
🔰 kukus kurleb 15 menit. Lalu angkat.


Bolu pisang siap dinikmati bersama keluarga. Jangan lupa, sajikan dengan penuh cinta.


Taatnya Seorang Istri kepada Suami

Taat kepada suami adalah salah satu kewajiban seorang istri setelah taat kepada Allah dan Rasulnya.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” [1]
Ada kata seandainya dalam hadist tersebut, artinya bersujud kepada selain Allah tidak diperbolehkan. Namun karena istimewanya seorang suami, sampai-sampai Surga atau Nerakanya seorang istri ada pada Suami. 


Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” [2]
Sebelum menikah, ibuku selalu berpesan. "Kelak, ketika kau menikah. Taatlah pada suamimu. Jangan sekali-kali kamu menentangnya. Sekalipun Ibu meninggal, lalu suamimu tak membolehkanmu mengunjungi Ibu, tetap taatlah pada suamimu".

Rasanya saat itu aku ingin sekali menangis. 

Alhamdulillah Allah pertemukanku dengan lelaki yang luar biasa, yang menghormatiku, menyayangiku dan mencintaiku dengan tulus. 

Dalam reverensi lain dikatakan bahwasanya, ketika seseorang sudah menikah, istri menjadi milik suami tapi suami milik Ibunya. 


Dan Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya.” [An-Nisaa’ : 34]

Footnote:
[1]. Hadits hasan shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1159), Ibnu Hibban (no. 1291 – al-Mawaarid) dan al-Baihaqi (VII/291), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Hadits ini diriwayatkan juga dari beberapa Shahabat. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1998).
[2]. Hadits hasan shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 1296 al-Mawaarid) dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiih Mawaariduzh Zham’aan (no. 1081).

Reverensi: https://almanhaj.or.id/2080-ketaatan-isteri-kepada-suaminya.html

Mood Menulis Jelek? Tulisan jadi Hambar

Pekan kedua di komunitas ODOP, bad mood mulai menyerbu. Dari kerjaan sekolah yang menumpuk, badan yang kurang fit, anak yang pengen dimanja, kerjaan rumah yang menggunung membuat tubuh ini rasanya ingin istirahat sejenak. 

Mungkin Anda tidak seperti aku yang hanya bisa menulis jika mood sedang bagus-bagusnya. Mungkin Anda penulis spesial yang bisa produktif meskipun diserang berbagai hambatan, termasuk mood menulis yang buruk.

Aku yang baru pemula belajar menulis, rasanya memiliki beban yang berat sekali ketika mood jelek hadir ditengah-tengah kelelahan. Saat suasana hati sedang membaik, aku mampu menghasilkan minimal 2 tulisan dalam sehari, namun jika suasana hati sedang buruk, rasanya untuk mulai menulis saja sudah tak sanggup. 

Padahal, ketika aku cek isi blog ku dan ternyata ada pembaca yang mampir menyempatkan waktunya untuk membaca tulisanku. Rasanya ada kebahagiaan tersendiri. Apalagi para pembaca sampai meninggalkan jejak komentar untuk tulisanku, rasanya seperti ada ghirah tersendiri. Meskipun aku rasa, tulisan yang kubuat hambar, baik saat mood bagus maupun mood jelek. Namun menghayal memiliki banyak pembaca dan penggemar tetap boleh kan? Meskipun kenyataan pahit, alias minimum pembaca.

Tapi, meskipun tulisanku tidak begitu bagus atau bisa dibilang membosankan, aku ingin terus belajar, belajar, dan belajar, berusaha, berusaha, dan terus berusaha.

Thursday 19 September 2019

Bingung dengan Genre Tulisan

Awas kalau sampai judul tak sama dengan isinya.

Mengapa sih aku menulis?
Menulis memang hobiku sejak lama. Namun hampir seluruh tulisanku berisi cerita semata. Dan kebanyakan cerita tentang kisahku.

Ketika membaca tulisanku, wajar saja jika isi untaian kalimat demi kalimat tidak tersusun rapih bahkan tidak sesuai EYD, karena dulu aku tak begitu suka dengan pelajaran Bahasa Indonesia.

Diawal aku mengajar, aku mencoba membuat blog untuk mencurahkan semua isi hatiku, semua kegundahanku. Namun hitungan minggu blog itupun lenyap tak bertuan, karena empunya blog tak lagi menulis di sana. Beberapa tahun kemudian, muncul rasa ingin membuat blog kembali. Namun, baru dapat 4 judul tulisan empunya blogpun mandeg karena sok sibuk, juga ide tak lagi muncul dibenaknya.

Sampai tibalah waktu kelahiran anandaku tercinta, seorang wali murid menantangku untuk menuliskan kisah perjuanganku dari masa ngidam dan seterusnya agar memory tetap tersimpan. Namun apa daya, otak ini tak mampu untuk menuliskannya karena tidak terbiasa.

Waktu demi waktupun berlalu, hingga aku diterima di komunitas ODOP ini. Alhamdulillah aku seperti menemukan wadah untuk semangat menulis. Dari awal dipaksa menulis, lalu terpaksa, kini mulai terbiada menulis.

Buat apa aku menulis?
Awalnya prinsipku adalah 'yang penting nulis'. Apapun kutulis di blogku. Berawal dari buku mbak Peggy Melati Sukma, yang menulis tentang dirinya sendiri, dengan bahasa yang ringan dan mudah difahami aku jadi pengen menulis kisah dan pengalaman hidupku. Selain untuk menyimpan kenanganku, harapanku tulisanku ada yang bisa bermanfaat untuk oranglain.

Lantas, muncullah tantangan untuk menuliskan genre tulisan yang tengah kugeluti. Jujur, aku tak sebegitu faham dengan macam-macam genre tulisan. Namun, setelah ada materi tentang fiksi dan non fiksi, aku jadi tahu bahwa tulisanku tergolong kedalam tulisan non fiksi. Kenapa? Karena hampir semua tulisanku mengulas tentang kisah nyata dari kehidupanku.

Apakah selamanya akan menulis non fiksi?
Jujur, seperti yang telah kukatakan. Kali ini, yang ada dibenakku hanyalah yang penting nulis. Sekarang mungkin aku bergelut di dunia non fiksi, tapi mungkin jika aku sudah benar-benar pandai menuangkan ide yang mondar-mandir di sudut otakku, tidak menutup kemungkinan aku nulis fiksi juga.

Lantas termasuk kedalam genre mana tulisanku?
Setelah kufahami kudalami dan ku resapi. Tulisan yang kubuat, tulisan yang begitu santai dan apa adanya ini termasuk kedalam opini. Kenapa opini? Karena kebanyakan tulisanku cenderung ke pendapat pribadi.

Harapanku banyak masuk saran serta kritikan, agar tulisanku semakin bermutu. Terimakasih.

#Tantangan pekan ke - 2 ODOP

Wednesday 18 September 2019

Adu Mulut dengan Bu Bidan

Salah satu tujuan menikah memang mendapatkan keturunan. Andaikan Allah beri kita amanah lebih cepat, kita patut bersyukur begitu sebaliknya. Allah tahu apa yang hambaNya butuhkan. Bukankah kita semuavtahu, Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

Mendapat amanah hamil diusia pernikahan yang masih satu bulan sangatlah bahagia. Begitu juga denganku dan suami. Namun, saat itu, ada sedikit rasa kecewa saat kudengar jawaban Ibu perihal kehamilanku.
Ibu menjawab 'kok cepat amat?'. Air mata tak terbendung, keluar begitu saja. Aku merasa, mertua tidak suka dengan kehamilanku (ini perasaanku saja).

Ketika suami mengetahui aku kecewa, dia berusaha menenangkanku dengan segala kasih sayangnya. Keesokan harinya, suami mengajakku ke bidan untuk memeriksakan kehamilanku. Sesampainya di bidan,

"Hamil ke berapa bunda?" tanya bu bidan.
"Alhamdulillah pertama bu". Jawabku.

Bu Bidan mewawancaraiku seputar hari terakhur haidh dan yang lainnya. Setelah Bu Bidan memeriksa kehamilanku,

"Alhamdulillah, usia kehamilannya menginjak 6 minggu". Kata Bu Bidan.
"Kok bisa bu?". Tanyaku melotot

Wajar saja aku melotot dan kaget, aku yang tak tahu menahu masalah perhitungan kehamilan, aku yang baru saja menjadi seorang istri dalam hitungan 4 minggu, kok bisa hamil 6 minggu.

"Iya bunda, karna perhitungan kehamilan dihitung dari hari terakhur haidh". Jelas Bu Bidan

"Tapi bu, aku haidh terakhir tanggal 22 Agustus, sebelum menikah. Lalu aku menikah di tanggal 1 September, usia pernikahanku baru 4 minggu, kok bisa hamil 6 minggu, apa aku hamil diluar nikah bu?". Tanyaku nerocos.

"Tidak bunda, memang di dunia kesehatan perhitungan kehamilan dari terakhir haidh nya" Jelasnya kembali.

"Ya tidak masuk akal bu, masak aku belum nikah sudah dihitung hamil?" Tanyaku.

Suamiku hanya tersenyum melihat aku yang tengah berdebat dengan bu bidan.
Setelah dijelaskan panjang lebar, aku mulai faham meski aku tetap tidak terima dengan perhitungan kehamilanku. Suamiku diam saja mendengar penjelasan Bu Bidan. Tapi memang, sebelumnya suamiku ikut menemani hari-hari kehamilan kedua kakaknya. Mungkin suamiku malah lebih faham daripada aku.

Setelah selesai, aku dan suami bertekad untuk diam saja tentang usia kehamilanku. Apa kata orang desa yang awam jika mendengar usia kandunganku 6 minggu padahal menikah baru 4 minggu.

Jadi selama aku liburan ke Bandung kemarin, aku dalam keadaan hami. Padahal aku sudah pecicilan berkuda dan larian kesana kemari. Tapi alhamdulillah hari-hari kulewati dengan suka cita, hari-hari kulewati dengan kasih sayang dari suami tercinta.

Di usia kehamilanku yang masih terbilang muda, aku masih tetap mengajar di sebuah sekolah swasta. Dan dahsyatnya, aku mengajar di lantai 3, maa shaa Allah. Ketika usia kehamilan menginjak minggu ke 8, mual-mual mulai kurasakan.


Bagaimana cerita kelanjutan cerita kehamilanku?
To be continue.
Terimakasih sudah membaca ceritaku.

Monday 16 September 2019

Pengantin Baru ke Bandung Sendirian

Tepat di hari ke-22 pernikahan, aku diantar ke sekolah. Suamiku mengantar kepergianku untuk study tour ke Bandung bersama teman-teman. Rasanya ada yang lucu, dulu saat gadis tak ada yang melepas kepergianku jalan-jalan, tak ada yang say good bye. Tapi kali ini ada yang perhatian denganku.

Bus perlahan mulai melaju, suamiku masih menatap kepergianku sampai diantara kita tak lagi bisa saling pandang. Biasanya kalau aku pergi memang sering lihat Hp untuk posting sesuatu di medsos, tapi kali ini lihat Hp hanya untuk melihat pesan darinya.

Hari-hari begitu menyenangkan. Liburan bersama teman-teman rasa lelahpun hilang. Banyak sekali pengalaman di Bandung, dari bermain di pemandian air panas, berkuda, memanah, dan yang lainnya. Sampai akhirnya kita menginap di DPU DT Bandung. Malam itu kami diberi tahu bahwa aa' gym sedang ada urusan penting di Jakarta. Ah, ya sudahlah. Belum rizqinya ketemu aa' gym.

Paginya, setelah sholat subuh berjamaah, kita dikejutkan dengan hadirnya aa' gym di tengah-tengah kita. Ternyata, aa' gym menyempatkan pulang ke Bandung. Maa shaa allah walhandulillah. Setelah kajian, dilanjutkan dengan acara foto bersama aa' gym. Bagi yang membawa suami, atau keluarganya bisa foto bersama. Sedihnya diriku yang tak bersama suami. Ah, dibuat enjoy saja.

Paginya, sebelum pulang. Kita mengikuti kajian dari Teh Ninih. Maa shaa allah, lembutnya beliau dalam bertutur kata. Semoga dipertemukan kembali di lain waktu.

Setelah selesai acara demi acara, kita pulang menuju Lampung tercinta. Singkat cerita, pada tanggal 28 September kita sudah sampai di Lampung. Alhamdulillah suami menjemputku di sekolah. Diperjalanan, aku cerita bak kicauan burung camar. Mungkin dia lelah mendengarnya, tapi tak kuhirauan.

Keesokan harinya, suami heran. Dalam waktu sebulan kok istrinya sholat terus, bukannya ada masa seorang wanita tidak sholat?
Perlahan dia mendekatiku dan bertanya.

"Sebulan ini tidak haidh dek?
"Belum saja mas" jawabku.
"Memang biasanya tanggal berapa?
"Tanggal 22 sih, tapi biasanya mundur semingguan kok." Jawabku lagi.
"Tapi ini sudah tanggal 28 dek, coba nanti beli tespack yah". Jawabnya sambil tersenyum

Ah, masak sih aku hamil? Kalau beneran aku hamil, aku kan masih pengen jalan-jalan berdua. Pengen liburan berdua, ke pantai berdua, makan bakso berdua. Lagian aku nggak ngrasa mual kok.

Kuceritakan perihal ini kepada Bu Utari, teman sekantorku. Ah, beliau malah bahagia juga menyarankan beli tespack. Akhirnya aku mampir ke apotek untuk beli tespack. Aku hanya beli sebuah tespack. Karena, katanya tespack bagus di pakai pas pagi hari, aku coba ke kamar mandi untuk memakai tespack. Saat keluar kamar mandi, suami harap-harap cemas.

Dengan tersenyum, aku berkata.

"Garis satu mas". Kataku
"Ah, masak sih? Coba mas lihat." Jawabnya tak percaya.
"Ih, iya benar, garis satu. Kok aneh ya, padahal sudah telat satu minggu".
"Dibilang, aku kan sering telat seminggu. Mas sih tak percaya".

Setelah dia bolak balik itu tespack, dia penasaran. Dia baca deh bungkus tespacknya.

"Yaa Allah dek, kamu kebalik pake tespacknya". Katanya sambil tertawa.
"Ah, masak sih". Sahutku sambil merebut tespacknya.
"Emang adek nggak baca petunjuknya dulu to?
"Enggak, pikirku sudah benar".
"Ya sudah, nanti beli lagi ya". Sarannya.

Aku hanya mengangguk pelan, sambil menutupi wajahku yang sedang malu.
Sesamainya di sekolah, Bu Utari langsung menyambarku dan bertanya hasil tespacknya. Saat kucerita kalau tespacknya terbalik, dia tertawa lepas.

Hari itu, sepulang liqo' aku mampir ke apotek untuk membeli tespack lagi.

Sesampainya di rumah, karena aku sedang berpuasa. Suami minta aku langsung tespack lagi. Aku nurut saja. Suamiku menantiku di depan kamar mandi.

"Sudah belun dek?"

Tidak kujawab karna memang belum ada garis. Setelah muncul, aku tersenyum dan keluar kamar mandi menuju suamiku.

"Ini hasilnya." Kusodorkan hasil tespacknya.

"Alhamdulillah.........". Dia memelukku.

Alhamdulillah hasil tesnya garis merah dua. Suamiku bahagia. Aku malah heran, kenapa aku tidak mual sama sekali?????

*bersambung*

Pengalaman Pertama Jadi Seorang Istri

Jumat, 1 september 2017 bertepatan 10 Dzulhijah rasa deg-deg kan, bahagia, juga grogi menjadi satu. 

Jumat pagi aku bersama ika (sahabatku) serta seluruh keluargaku berjalan menuju masjid. Ya, hari itu kami merayakan Hari Raya Qurban. Kami menuju masjid untuk melaksanakan sholat id. Sepulang dari masjid, rumah sudah ramai. Bukan ramai karena silaturahim biasa, tapi ada acara spesial di hari itu. 

Setelah sarapan bersama, aku dan ika menuju kamar untuk dirias. Aku sudah berpesan, kalau aku nggak mau terlalu menor di make up. Kakak tata rias hanya mengangguk. Kamarku berukuran agak sempit, saat itu aku tidak boleh bercermin, kalau kata orang jawa pamali gitu. Ya sudahlah, aku nurut saja. Belum selesai dirias, rombongan calon pengantin sudah datang. Maa shaa Allah, deg deg kannya semakin kenceng. 

Aku tetap duduk di dalam kamar ku. Acara demi acara pun dimulai. Sampai akhirnya acara ijab qabul pun tiba. Prosesi ijab qabul tepat di depan kamarku, meski rasanya aku ingin sekali melihat calon suamiku menjabat tangan bapakku, ingin sekali melihat Bapakku menyerahkan tuan putrinya ke orang lain, namun pintu kamarku masih tertutup rapat. Ah ya sudah lah, aku hanya bisa mendengar kalimat Bapakku menyerahkanku, dan calon suamiku mengucap ikrar menerimaku. Tetes air mata ingin sekali membanjiri pipi ini, hanya dengan sebuah kalimat aku jadi milik orang lain. 

Seharian duduk di pelaminan melelahkan tentunya, garing juga iya. Ngobrol sekenanya, karna belum asyik ngobrol sama dia.

Suara musik masih mengiringi suasana malam pertama aku menjadi seorabg istri. Aku yang hanya keluar masuk, mondar mandir, masih belum percaya ada laki-laki lain di rumahku selain keluargaku. Lambat laun akupun tertidur. 

Tak sadar, suara adzan subuh membangunkanku. 

"Astaghfirullah, biasanya aku bangun sebelum adzan". Kutengok dibelakangku sudah tak ada orang. Aku bergegas lari ke dapur, malunya aku yang bangunnya kesiangan. Hahaha.

Setelah sholat subuh, kulihat dia mulai membersihkan halaman rumah. Aku mengintip dari jendela dapur.

"Itu suaminya dibantuin nyapu, kok malah dilihat" sapa Ibuku.

Aku tersenyum lalu mendekatinya dengan membawa sapu, pelan-pelan kuberkata.

"Mau dibuatkan sarapan apa?"tanyaku.
"Nasi goreng kayaknya enak"  Jawabnya.

Busyet deh, dia menjawab. Padahal aku berharap, jawabannya  nggak usah repot-repot, makan yang ada saja. Eh malah dia menjawab. Padahal aku cuma basa basi karena aku belum bisa masak. Aku yang mendengar itu langsung ke dapur. Sok sibuk, sambil tanya ke Ibu bumbu masak nasi goreng. Setelah sok sibuk, aku suguhkan sepiring nasi goreng untuk suamiku. 

"Hemmmmm enaknya, terimakasih" katanya.

Meski kutersenyu., aku tahu itu pasti bohong, masak iya masakan pertamaku dibilang enak. Pasti keasinan tuh karena groginya.

Singkat cerita, dihari ketiga pernikahan aku diboyong ke rumah mertua. Rasanya saat aku diserahkan ke mertua tu sperti lagi dibuang ke rumah orang. Nyesek banget. Dirumah mertua hanya ada suami, bapak dan ibu mertuaku. Malamnya aku nangis sesegukan, tanpa dia tahu tapi ya. Nangisnya tu ngrasa, kok tega ya orang tuaku membuangku. Hahahaha

Hari pertama di rumah mertua, aku bangun jam 03.00 pagi. Setelah sholat, aku mulai masak. Bermodalkan mbah google akhirnya beberapa masakan tersaji, semua serba pedas. Jelang sholat subuh saat mertua bangun semua, semua pekerjaan sudah beres. Tersisa kerjaan jemur baju saja. Menantu keren kan aku? (memuji diri).
Hari itu aku ikut sholat subuh di masjid, usai sholat subuh aku diajak jalan kaki sampai lumayan jauh menurutku. Lelah sih, tapi asyik karena ramai. 

Paginya, karena suamiku seorang petani. Dia pamit ke sawah, karena tak terbiasa sarapan, dia ke sawah sebelum sarapan. Aku malu untuk sarapan. Kutunggunya sampai pulang dari sawah, perut rasanya melilit kelaparan padahal hidangan makanan sudah tersedia. 
Dia pulang pukul 10.00 pagi, langaung kuajak sarapan karena sudah sangat lapar.

Hari-hari berlalu begitu saja karena aku sedang cuti dari pekerjaanku. Dihari kelima aku dirumah mertua, aku bilang ke suami.

"Mas, setiap aku masak kok nggak pernah habis sayurnya, apa tidak enak? Tanyaku.

Dia tersenyum dan menjawab.
"Enak kok sayang, cuman bapak sama mamak enggak  makan pedas, karena ada masalah di lambung" jawabnya.

"Jadi yang makan masakanku dari kemarin cuman mas seorang? Tanyaku penasaran.
"Iya betul". Jawabnya

Yaa Allah, rasanya pengen guling-guling di lapangan. Kan aku maunya masakin mertua juga, ternyata tidak makan pedas. Semua masakan aku masak dengan begitu pedas.

Masa cutikupun habis, saatnya aku ke sekolah lagi untuk mendidik anak bangsa. Kebetulan di sekolahku mengadakan study tour khusus untuk guru-gurunya. Kita akan berkunjung ke bandung, ke pondok Aa' Gym. Baru 21 hari menikah aku akan pergi jalan-jalan sendiri??????
Padahal pengennya honey moon berdua gitu. Tanggal 22 September bertepatan 22 hari aku menikah, aku pergi ke bandung bersama teman-teman.

*bersambung*

Sunday 15 September 2019

Lain Dulu Lain Sekarang

Teringat memory saat masih SD. Meski sudah belasan tahun yang lalu. Jarak sekolah dari rumah hanya 500 meter, sehingga aku dan teman-teman sering ke sekolah berjalan kaki melewati persawahan. Dulu hari-hari begitu menyenangkan.

Meski berangkat sekolah berjalan kaki, tak pernah sekalipun kami mengeluh kelelahan. Bahkan sepulang sekolah, kami masih sempat bermain. Dari bermain lompat karet, main lempar kaleng, main gedrek (baca: engkleng) juga main petak umpat dan yang lainnya. Hal yang paling kami sukai ketika sekolah adalah, pengumuman pulang pagi karena guru rapat, ada hajatan, atau peringatan hari besar.

Saat musin hujan datang, sekolah tetap ramai dikunjungi para siswa. Begitu juga dengan kami, hujan tak menyurutkan semangat kami untuk pergi ke sekolah. Ingat sekali, saat itu orangtuaku tidak memiliki payung atau jas hujan. Sehingga aku ke sekolah berpayungkan pelepah daun pisang atau daun talas. Tak kehabisan akal, agar buku tidak basah, kubungkus buku-buku dengan plastik. Bukan hanya buku, tapi sepatu pun kubungkus dengan plastik. Meski tak jarang kami lebih suka nyeker  (tanpa alas kaki) dan sepatu kami tenteng.

Beda dengan zaman sekarang, banyak siswa yang ke sekolah diantar orangtuanya dengan mengendarai motor bahkan mobil. Meski masih ada yang naik sepeda atau jalan kaki. Namun sudah tak banyak lagi karena ketika kutanya memang jarak rumah ke sekolah yang begitu jauh. Apalagi saat hujan turun, banyak sekali yang ke sekolah diantar dengan mobil. Sehingga jalan di depan sekolah sering macet total saat musim penghujan.

Saturday 14 September 2019

Awal Nge-Youtube

Assalamualaikum wr wb smart ladies. Ups...
Kali ini aku mau cerita, awal aku nge-youtube.

Hal yang paling kusukai adalah mengabadikan semua kegiatan yang aku ikuti. Baik dalam bentuk video maupun foto. Sampai - sampai medsosku baik fb maupun ig setiap hari ada saja postingan. Misal dalam seharipun tak ada kwgiatan, ada saja yang kuposting. Entah sendallah, daun, pohon, sampai batu yang sedang berdiam diri pun bisa jadi tamu di akun medsosku. (nggak penting banget bukan?)

Dulu, setiap memory hp full, aku pindahkan semua foto dan video yang jumlahnya sudah ribuan itu kedalam notebook kesayanganku. Namun, setelah lima tahun berlalu mungkin notebook kesayanganku mulai lelah. Andai dia bisa bicara, mungkin dia akan berkata "tuan putri, aku lelah. Izinkan aku istirahat selamany". Haha, sayangnya dia tetap diam membisu. Hanya saja, dia ngambek sampai mogok hidup (mati dong).

Alhamdulillah semua video dan fotoku pun tak dapat kubuka lagi. Meski sudah diberi solusi untuk ambil harddisk nya. Tapi kan pake uang yah, nah untuk saat ini lagi belajar ngirit, nabung untuk buat istana bersama buah hati. (mohon doanya)


Akhirnya aku dapat ide, setiap agenda kuabadikan dalam bentuk video. Awalnya aku iseng edit videonya kemudian kuupload di youtube. Subscriber pun berdatangan. Setiap hari subscriber bertambah. Awalnya aku tak begitu faham kegunaan subscriber. Sampai suatu malam aku iseng, buka konten youtube yang membahas penghasilan di youtube. Maa shaa Allah, lumayan juga. Sejak saat itu, smangat nge-youtube ku bertambah. Sampai hari ini, alhamdulillah subscriberku sudah 274. Meski belum sehebat Ria Ricis, tapi aku sudah bangga.


Ok, para pembaca. Plissssss banget, subscribe chanel aku ya. Kalian tinggal ketik akun eka adinia, nanti akan muncul chanelku yang berisi tentang kegiatan sekolah. Bantu aku untuk berkembang ya. Terimakasih.

Gugur atau Bertahan

Aku tidak begitu suka membaca buku. Tapi jangan salah, hampur semua status temanku di medsos dengan lancar aku baca satu per satu. Bahkan status yang unfaedah pun aku tamat membacanya. Sampai pada suatu hari, ada teman yang juga walimuridku posting sebuah tantangan untuk bisa masuk menjadi anggota sebuah komunitas menulis.


Tanpa pikir panjang, tantangan aku ikuti. Entah apa yang ada dalam benakku saat itu, yang jelas aku suka dengan tantangan. Meskipun aku tak tahu nantinya apakah aku bisa istiqomah?
Satu yang ada dalam fikiranku. Maju Nia. Maju........! Dan, taraaa kutuliskan kalimat demi kalimat yang terangkai menjadi sebuah tulisan.

Seminggu setelah tantangan kubuat, Hp pun berdering tanda ada wathsapp masuk. Saat kubuka, alhamdulillah pemberitahuan atas lolosnya aku dalam tantangan itu. Aku masuk disebuah komunitas menulis. Dimana di komunitas tersebut kita diminta untuk menulis setiap harinya, publishing tulisannya di blog masing-masing.


Awal kubaca syarat dan ketentuannya. Oh My God, apa aku bisa? Dengan kegiatanku yang seabrek di sekolah. Berangkat pagi pulang sore, belum lagi ngurus baby yang masih usia 16 bulan. Belum lagi mengerjakan tugas yang lainnya. Tapi bismillah aku coba saja deh.

Dua hari berlalu, aku masih bisa menulis. Namun, sudah ada anggota yang mengundurkan diri. Dihari ketiga pun seperti itu, ada beberapa yang pamit undur diri. Aku jadi takut, takut ikut-ikutan undur diri. Padahal komunitas ODOP begitu positif.
Dihari keempat, aku mencoba menulis. Namun, belum sampai selesai aku menemui jalan buntu. Karena sudah tak ada ide, aku simpan dulu tulisanku. Dan ternyata, sorenya badan ini tak bisa diajak kompromi. Maag ku kambuh, badan lemas. Jangankan menulis, untuk buka hp saja tak sanggup. Akhirnya hutang sebuah tulisan yang sampai saat ini masih tersimpan di draft.


Semalam, ada materi dari tamu di ODOP, dimana malam tadi ada tantangan menulis dengan kata kunci basah, plastik dan macet. Otak ini kuputar, tulisan apa yang bisa kubuat ya?
Saat aku cek grup, astaghfirullah ada dua teman yang mengundurkan diri.
Salah satunya memiliki alasan "takut tidak amanah karena punya baby". Persis banget deh sama aku yang juga takut tidak bisa menulis.


Meskipun begitu, bismillah smoga Allah kuatkan aku dan mampukan aku. Aku akan tetap berjuang, sampai aku yang di suruh left. Ibarat kata, aku mau berjuang sampai aku yang diusir dari rumah onlineku.

Thursday 12 September 2019

Ice Breaking Mi Chi Kai Seru dan Asyik

Assalamualaikum wr wb smart ladies. Hari ini ngodop hari ke empat. Dimana aku mulai agak buntu dengan ide. Setelah seharian berfikir, akhirnya dapatlah ide. Kali ini aku mau berbagi tentang cara membangkitkan semangat anak-anak belajar di kelas.

Hari ini, cuaca begitu panas. Aku  ada jam mengajar pukul 13.30-15.45. Saat aku mulai memasuki kelas, terlihat wajah kusam anak-anak. Setelah kubaca raut wajah mereka, aku menyadari mereka sangat penat, lelah, serta sudah terkuras habis energinya untuk belajar.


"baik anak-anak, hari ini kita mulai pelajaran matematika dengan bermain terlebih dahulu" ucapku kepada mereka.

Sorak sorai suara mereka memenuhi seisi ruangan.

Aku mulai memberi aba-aba serta menjelaskan tata cara permainan yang akan dimainkan.

Namanya game mi chi kai. Tata cara permainannya adalah:
1. Guru meminta siswa berdiri melingkar.
2. Guru berdiri diantara para siswa.
3. Guru memberikan contoh gerakan. Dalam permainan mi chi kai, guru membuat 4 gerakan. Pertama tangan kanan mengepal, tangan kiri terbuka lalu kepalan dipukulkan ke tangan kiri. Kedua tangan kanan memegang siku. Ketiga memegang kepala. Keempat memegang leher.
4. Permainannya, saat guru mengucap mi chi kai maka guru dan seluruh siswa melakukan salah satu dari empat gerakan yang dicontohkan.
5. Siswa yang gerakannya sama dengan guru maka gugur dari permainan dan dipersilahkan duduk.
6. Lakukan berupang sampai sisa siswa tinggal 2 orang. Adu keduanya sampai ditemukan seorang pemenang.

Permainan ini akan menimbulkan gelak tawa serta keriuhan suasana kelas. Namun, dengan begitu kelas bisa kembali hidup. Dan siswa bisa dikondisikan untuk mulai mengikuti pelajaran.


Bagi kamu yang seorang guru, semoga tulisan ini bermanfaat. Jangan lupa share dan tinggalkan komentar untuk perbaikan penulisan selanjutnya.

Wednesday 11 September 2019

Kapan Mulai Nulis?

Setiap malam kucoba buka-buka isi grup ODOP. Mencoba membaca kata demi kata yang sudah dirangkai oleh teman-teman. Hingga akhirnya, kutemukan pertanyaan yang diajukan oleh salah satu anggota ODOP.

"Bagaimana mencari ide untuk tulisan kita?
"Bagaimana membagi waktu untuk menulis?


Berbagai jawabanpun bermunculan.

"Pas siang hari kalau dapat ide tulisan, saya masukkan ke sheet Bank Ide yang sudah saya siapkan. Sambil mencatat poin-poin apa yang mau saya sampaikan pada tulisan di note HP/ buku tulis khusus" jawab seseorang.

"Aku bangun jam 3 pagi, paling cepat jam 2 pagi. Lalu kubuka laptop, kumulai baca-baca artikel biar update informasi. Kemudian mulai timbul ide mau menulis tentang apa. Langsung mikirin sedikit kerangkanya. Mulai deh nulis, biasanya selesai sebelum atau sesudah subuh, kemudian diposting" jawab teman lainnya.


Kalau aku kapan?
Bermula memiliki walimurid yang super produktif, aku mulai tertarik di dunia menulis. Karena memang aku suka menulis meski hanya sekedar update status di medsos. Namun, tulisanku jauh dari kata benar menurut KBBI. Tapi ilmu nekatku muncul dengan sendirinya.

Ketika kuucap bismillah aku ikut ODOP, selama 3 hari ini kegiatanku sama saja. Mulai dari pagi, sholat subuh kemudian menyiapkan sarapan dengan seribu tangan yang siap 'nyambi'. Tangan satunya masak, seraya mencuci baju, dan lain-lain. Kemudian memandikan anak, lalu siap ke sekolah. Sampai di sekolah, tidak bisa buka blog, tak bisa pula menemukan ide tulisan.


Pulang sekolah sampai rumah pukul 16.00 waktunya bermain dengan anak, masak, mandiin anak lagi sampai magrib tiba. Kegiatan ba'da magrib sampai isya' pun banyak. Sampailah saatnya ninabooin anak. Setelah anak terlelap, otak mulai bagi tugas. Dari menyiapkan seragam suami, mwnyiapkan masakab esok hari dan tugas dadakan lainnya.

Baru setelah selesai semua, ide menulispun muncul. Langsung saja tulisan kubuat, mengalir dengan sendirinya. Selesai buat langsung di post, kemudian segera setor link. Ini biasanya kukerjakan di pukul 22.00-23.00. Maa shaa Allah. Alhamdulillah Allah masih beri kekuatan lanjut NgOdop sampai hari ketiga. Smoga aku dan teman lainnya bisa lulus dari kelas ODOP ini. Aamiin

Tuesday 10 September 2019

Saya Pamit

Berawal dari munculnya perintah verifikasi KTP atau NIK untuk aktivasi nomor handphone. Itu sudah lama sekali. Dulu, ketika ada pemberitahuan sebenarnya saya langsung verifikasi kartu handphone saya, namun saat itu selalu gagal. Kurang faham ada kesalahan dimananya. Sampailah saatnya nomor saya bermasalah. 


Saat itu saya sedang hamil besar. Sabtu siang kucoba ke galerynya langsung untuk mengurus kesalahan yang telah terjadi, tapi sayangnya galerynya tutup. Tak tahunya, memang setiap sabtu galery tutup. Dilain kesempatan saya coba ke galerynya lagi, namun maa shaa Allah. Antrean yang begitu panjang terpampang di depan mata. Karena didesak oleh sang waktu untuk segera mendidik anak bangsa, akhirnya aku kembali ke sekolah. Namun, keadaan tak membuat saya menyerah. Dilain kesempatan kucoba kembali ke galery sekali, dua kali, tiga kali namun antrean tetap panjang. Sampai akhirnya kuputuskan "ya sudahlah".


Saat itu, nomor masih bisa digunakan untuk komunikasi via watshapp. Lama kelamaan, sampai saya lahiran dan sekarang usia anak sudah 15 bulan, nomor masih bisa dipakai untuk berkomunikasi. Sampai akhirnya, tepat di tanggal 09-09-2019 (tanggal yang begitu cantik), nomor yang kugunakan untuk komunikasi via watshapp say "good bye". Aplikasi watshapp keluar dengan sendirinya karena ada pembersihan telephone. Otomatis, saya tidak bisa lagi verifikasi nomor.


Sedih yang kualami, sepertinya melebihi sedih ditinggal mantan yah. Ups...... Mantan ya?


Sedih benar-benar sedih. Bagaimana tidak?. Saya seorang wali kelas. Dimana 4 tahun terakhir saya memegang kelas 6 disebuah SD swasta. Dimana, nomor tersebut kugunakan untuk komunikasi masalah ijazah. Bodohnya saya, admin grup tidak kubuat banyak. Hanya diriku seorang, sehingga ketika saya tidak bisa memakai nomornya, komunikasi terputus, grup juga lenyap. Apa yang harus kulakukan? Haruskah kujapri satu per satu?????


Tak kehabisan akal, aku menanti hari selasa. Dimana hari itu, jadwal mengajarku tak begitu full. Ada jeda waktu yang bisa kugunakan untuk ke galery mengurus nomor yang harapannya bisa terselamatkan. 

Dengan penuh harap,hari tersebut kukunjungi galerynya. Sesampainya disana, antrean begitu panjang. Satpam berkata, bisa melayani ba'da dzuhur, sedangkan jam tersebut saatnya aku mengajar. Akhirnya aku pergi ke galery satunya, disana kujelaskan kronologi kejadiannya. Kakak penjaga galert memberikan pengarahan. Setelah nomorku di cek. Kalimat yang keluar dari bibirnya adalah

"mbak, nomor mbak sudah hangus jadi tidak bisa dihidupkan lagi" katanya. 

'tolong lah mbak, itu nomorku sejak lama' pintaku

"mbak, seperti manusia yang sudah meninggal yang tidak bisa hidup lagi, maka kartu mbak pun tak bisa diaktifkan lagi. Sudah hangus"

Sedihnya hari itu, rasanya jika waktu bisa diulang. Ingin sekali aku masuk ke semua grup dan berkata:

"maaf, saya pamit"

Seperti yang dilakukan para artis youtuber's. Bedanya kalau saya memang nyata adanya, kalau mereka....... Entahlah. 

Dan benar saja, jelang magrib saya kirim WA ke banyak wali murid serta teman-teman bahwa nomor saya yang dulu pamit pergi dan tak kan kembali lagi. Kini, akan kumulai lembaran baru bersama nomor baruku. 

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. Tolong tinggalkan jejak komentar anda. 

Monday 9 September 2019

Rizqi Seorang Guru

Saya bahagia menjadi bagian dari keluarga besar SDIT Wahdatul Ummah. Disini saya mendapat banyak rejeki, diantaranya teman yang sholihah, siswa yang juga pandai dalam menghafal Al Qur'an, ilmu yang bermanfaat, dan yang paling kusuka, disini bacaan Al Qur'anku di benarkan. Alhamdulillah, karena rejeki tidak melulu seputar uang kan?

Di SDIT WU ada sebuah peraturan, dimana ketika jelang duha serta sholat dzuhur ada yang namanya silent operation. Apa itu silent operation?
Silent operation adalah operasi diam-diam. Dalam hal ini, seluruh siswa diharapkan tidak berbicara sama sekali, dimulai dari keluar kelas sampai selesai sholat. Jika ada yang melanggarnya, maka siswa tersebut diminta untuk kembali ke kelasnya, mengulang dari keluar kelas, wudhu lagi dan sholatnya diulangi. Tidak terbayangkan kalau kelasnya ada di lantai tiga?
Pasti melelahkan.

Selain itu ada lagi peraturan selanjutnya, semua siswa dan keluarga besar SDIT WU harus meletakkan sandal dalam keadaan terbalik (siap untuk dipakai saat keluar masjid). Peraturan yang sangat bagus diterapkan. Namun, menurut pribadi saya sebaiknya di teras masjid disediakan rak sendal/ sepatu agar terlihat lebih rapih lagi. Karena, bukan hal yang mudah lewat teras masjid tanpa menginjak sendal/ sepatu yang sudah tertata. Apalagi ada kisaran 480 pasang sepatu/sedal yang tergeletak diteras masjid, belum ditambah sendal warga yang juga sholat dzuhur di masjid tersebut. Sudah tentu sulit sekali mengkondisikannnya. Namun, lagi-lagi mencoba mendisiplinkan aiswa tidak harus menunggu rak sepatu kan?

Peraturan lainnya, seluruh warga SDIT WU memasuki masjid dengan menggunakan kaki kanan, dan keluar dengan kaki kiri. Diawal peraturan ini dibuat, ada beberapa guru yang bertugas nge-cek di depan pintu masjid. Selain nge-cek kaki yabg diginakan untuk keluar masuk masjid, guru juga nge-cek doa keluar dan masuk masjid. Maa shaa Allah, tentu mengurangi jatah istirahat guru. Tapi tetap saja, banyak guru yang enjoy dengan hal tersebut karena memang guru-guru di SDIT WU begitu peduli dengan anak-anak meski hal yang paling sepele sekalipun.

Maka, betapa bahagianya saya ketika berada ditengah-tengah para pemburu pahala. Harapan saya pun tidak muluk-muluk, tidak begitu mengharapkan gaji yang melimpah. Harapan utama mwngajar di SD tersebut adalah, ada anak-anak yang menyebut namaku dalam doanya. Ada juga yang kelak bisa membantuku memasuki jannah Nya.

Terimakasih bagi yang sudah membaca. Harap tinggalkan komentar untuk perbaikan tulisan saya.

RASUL PENYANYANG (By Afif)

Sumber : Muhammad Teladanku   (Tugas menceritakan kembali isi bacaan teks non fiksi) T eman-teman Rasulullah S.A.W sangat tidak menyukai ...