Sunday 17 November 2019

Ulasan Cerpen Gorong-gorong

Gorong-gorong adalah cerita pendek (cerpen) di ngodop.com yang unik menurutku. Cerpen ditulis oleh penulis yang memiliki nama Naila Zulfa pada bulan September 2019, cerita ini berkisah tentang omelan sang ibu di hampir setiap hari karena banyaknya kecelakaan di gorong-gorong depan rumah.

Dalam cerpen “Gorong-gorong” menceritakan omelan seorang Ibu yang hampir setiap hari di dengar oleh anak serta suaminya. Omelan yang diucapkan bukan masalah perselingkuhan suaminya bukan juga masalah anak yang kurang ajar. Hanya karena salah posisi rumah saja. Ups, salah si gorong-gorong yang sudah minta dimanja.

Konon dalam cerita, gorong-gorong tersebut sudah tak layak untuk dilewati karena seringkali memakan korban. Karena rumah si Ibu dalam cerita kebetulan tepat di pengkolan tempat gorong-gorong itu berada, maka acap kali si Ibu yang senantiasa menjadi pahlawan saat kecelakaan terjadi. Sebenarnya sudah dialokasikan pembenahan gorong-gorong namun proyek tersebut mangkrak. Terhitung sepuluh bulan sejak dibuat galian, sudah lebih dari dua puluh orang terjatuh.
Yang menjadi pertanyaan, kemanakah Pak Kades? Apakah tidak peduli dengan keadaan warganya? atau pura-pura tak peduli?

Banyak dugaan bahwa dana desa dikorupsi oleh Kades tersebut. Sebenarnya Sang anak sudah kerap kali menawarkan untuk menggalang suara di tingkat pemuda untuk menanyakan kejelasan dana desa yang ada. Namun, Ibu melarangnya. Kabarnya Mbah di belakang Pak Kades sangat mumpuni. Akhirnya si anak harus bersabar ditengah omelan dan keluhan Ibunya.

Namun, tak perlu waktu yang lama, ternyata ada seseorang yang berani melaporkan Kades. Nyatanya, terdengar berita ‘Diduga Korupsi Dana Desa, Seorang Kades Ditangkap di Rumahnya’. Kabar yang sangat tak terduga, yang bisa membuat hat tersenyum lega, serasa merdeka dari omelan sang Ibu. Namun sangat disayangkan, desa yang terkenal agamis, kini tercemar gara-gara ulang seorang Kades.

Unsur Intrinsik

A.      Tema dan Amanat
Cerpen ini menurut saya sederhana, idenya muncul dari kisah nyata di kehidupan seseorang sehingga mengalir dengan pasti serta mudah dipahami.

Cerita ini memberikan pesan bahwa, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga atau bisa juga dengan pepatah sepandai-pandainya menyimpan bangkai pasti tercium juga. Sehebat apapun menyimpan rahasia tentang dana desa yang tengah di korup, ternyata terbongkar juga itikad buruk Pak Kades.

B.      Point of View
Cerita ini menggunakan sudut pandang orang pertama, terlihat dari penggunaan pronomina ‘aku’. Sudut pandang yang tepat bagiku, karena memang cerpen berdasarkan pengalaman di kehidupan nyata.

C.      Alur

Alur dalam cerita adalah alur maju

D.      Tokoh dan Penokohan
Aku : pedui pada lingkungan sekitar, namun memilih diam karena kekhawatiran sang Ibu.

Ibu: Peduli pada lingungan, cerewet, namun simpati terhadap apa yang terjadi di desanya.

Bapak: Kebapakan dan lebih mengutamakan nasehat itsrinya.

Pak Kades:  Antagonis, suka menggelapkan dana desa.

E.       Latar

Latar tempat
Di depan rumah 

Pagi hari, saat aku kebingungan mencari kunci motor, terdengar suara gedubruk di depan rumah.

Latar waktu
Siang hari, pagi hari

Siang bolong seperti ini aku harus mendengar Ibu mengomel lagi dan lagi.

F.       Gaya Bahasa
Bahasanya lugas dan mudah dimengerti.

G.     Ejaan  Bahasa Indonesia
Secara garis besar, bahasa yang digunakan oleh penulis sudah sesuai EYD, namun ada beberapa yang luput karena memang tak ada manusia yang sempurna. Dalam kalimat ‘Info ini kudengar langsung dari Ibu saat libur di hari minggu’, dalam penulisan hari minggu sebenarnya menggunakan huruf kapital pada nama hari.

Unsur Ekstrinsik
Cerita ini memuat nilai-nilai kehidupan seperti nilai agama, nilai sosial dan nilai moral.

Nilai agamis: Perilaku syirik
Ndilalah  Ibu melihta Pak Kades yang khusyuk menabur bunga di jembatan dekat rumah.

Nilai Sosial: Suka menolong
Ibu dan Bapak segera berlari ke depan. Menolong si pengendara yang ternyata salah satu sesepuh desa.

Secara keseluruhan, menurut saya sendiri cerpen ini unik dan mengandung kritik sosial yang sesuai. Sehingga tak membutuhkan ketenangan saat membaca. Mengalir apa adanya.


Teks cerpen ini diterbitkan di www.ngodop.com

Referensi:
https://plus.google.com/up/?continue=https://plus.google.com/share?url%3Dhttp://www.ngodop.com/art/38/Gorong-Gorong

Sunday 3 November 2019

Lima Langkah dari Rumah Part 5

Tak ingin seperti sinetron yang ada. Juga Deby ingin menjaga kewarasannya. Deby hanya terdiam menyaksikan pemandangan yang membuat sesak di dada.

"antarkan aku pulang!" ajak Deby.
"aku samperin ya mbak?" tanya Dion.
"enggak, antar aku pulang saja yon. Aku lelah" jawab Deby.

Akhirnya Dion mengantar Deby pulang. Sesampainya di rumah, Deby mengurung diri di kamarnya. Mau mengirim oesan singkat, tapi apa yang mau ia ketik.

"kamu dimana?" akhirnya Deby mengirimkan pesan.

"sedang ada ketemu dengan teman lama sayang" balasnya.
"dimana?" jawab Deby singkat.
"di lapangan, kenapa?"

Ah, lega hati Deby, benar, mungkin temannya. Aku enggak boleh suudzon. Dalam batin Deby.

"o begitu, hati-hati ya sayang. Laki apa perembmpuan mas?" balas Deby dengan nada pelan karena ia tak lagi maran.

"laki-laki kok sayang" jawabnya.

Oh my god, pacarku berbohong. Aku dibohongi. Deby mulai murung lagi. Sms tak dibalas, Deby kini mulai berfikir. Akankah putus saja? Deby sudah lelah di bohongi.

"maaf, kita putus" pesan yang dikirimkan Deby dengan penuh kesedihan.

Bima tak membalas pesan Deby. Deby mulai sangat kesal. Sudah tak ingin lagi bertemu dengan Beni. Ia benar-benar muak. Sakit hatinya tak kan terobati, meski masih cinta, Deby akan mulai belajar melupakannya.

Bremmm bremmmmm

Suara motor terhenti di depan rumah, di teras masih ada Dion bersama adikku yang tengah bermain gitar. Orangtuaku sedang ada acara di rumah saudara.

"mana mbakmu, Faiq?" tanya Beni usai mematikan motornya.
"ada, mbak, mbak, ada yang cari". Masuk aja mas".

Tok tok tok
"dik, apa maksud pesanmu?" tolong bukakan pintu" ucap Beni seraya mengetuk pintu kamar Deby.

Deby tak menjawab. Ia sedang menangis, marah, benci campur menjadi satu.

Tok tok tok
"tolong lah dik, kita bicara baik-baik".

Akhirnya Deby membukakan pintu. Deby di tarik keluar rumah. Di sudut rumah ada sebuah bangku kecil, cukup untuk duduk bertiga. Diajaknya Deby duduk di bangku tersebut.

"apa maksudmu? Apa salahku hingga kau putuskan aku?

"kamu barusan ketemuan sama Ita kan?" ucap Deby seraya menghapus air matanya.

Beni terkejut, dari mana ia tahu tentang Ita. Padahal, tak pernah ia ceritakan kepada siapapun perihal Ita. Rupanya, Ita pacar pertama Beni.

"mas berbohong kan? Pertama, aku kau jadikan taruhan, kedua kau bertemu dengan Ita di belakangku, ketiga kau berselingkuh, keempat kau berbohong. Itu alasanku ingin putus darimu" ucap Deby sambil menangis tersedu.

"tak kusangka, kamu sejahat itu mas sama aku. Kalau kamu enggak suka sama aku, kenapa kamu sakiti aku mas? Sekarang sudah puaskah kamu?" tanya Deby.

"da da dari mana kau tahu?" tanya Beni tertunduk lesu.

"sudah lah, aku tak ingin melihatmu lagi" ucap Deby sambil menunjukkan sms dari Ita.

"dik, kali ini percayalah. Aku memang salah, tapi akan kuputuskan Ita demi kamu" ucap Beni.

"maaf, sayang sekali aku sudah terlanjur benci" ucap Deby sambil lari ke kamarnya lagi, ia tak peduli Hp nya masih di tangan Beni.

Meski Beni memohon, Deby tak mau lagi balikan dengan Beni. Keputusannya sudah bulat.

Hari berganti hari, setelah 5 tahun berlalu. Keduanya sudah baikan, namun hanya jadi teman. Yang tadinya terfikir, pacarku lima langkah, suamiku lima langkah. Kini tak lagi terpikirkan.

Beni pun akan segera menikah dengan wanita lain. Bukan dengan Deby, bukan pula dengan Ita. Beni bertemu dengan calon istrinya ditempatnya ia bekerja.
Karena rumah Deby dan Beni berdekatan
 Deby pun diminta untuk bantu-bantu memersiapkan pernikahan sang mantan. Sakit sih iya, namun Deby tahan agar tidak ketahuan.

Acara pernikahan begitu lancar, Deby diminta menjadi pembawa acara di pernikahan Beni. Meski di sana mereka saling adu pandang, namun Deby sadar, Beni bukan miliknya lagi. Ia hanya sepenggal kisah masa lalu yang kelam.

#Tamat#

Lima Langkah dari Rumah Part 4

"apa??!"

Wajah Deby murung, serasa disambar petir. Sakit  bukan main, namun cintanya belum pudar. Dalam hati ia berkata, aku harus tanyakan kepada Beni. Sejahat itukah dia, ah menurut Deby, Beni tak sejahat yabg Dion ceritakan. Lima bulan berlalu, hubungan mereka terjalin dengan baik.

Tin tin tin.......

Pagi itu, saat Deby tengah menyapu halaman, terlihat seorang lelaki membunyikan klakson motor. Ia pandangi lelaki itu.

"mas Beni, ah betulkah itu dia?" tanyaku sambil tersipu malu.

(besok kutunggu di warung bakso jumbo depan lapangan, pukul 13.00)

Bunyi sms yang muncul di layar Hp Deby.  Hati pun berbunga-bunga tak sabar menanti hari esok.

Pertemuan mereka tak seromantis romeo dan juliet. Meski sudah lama berpisah, saat berjumpa mereka terlihat biasa saja, hanya saling senyum dan saling pandang.

"sehat mas?" tanyaku mengawali.
"alhamdulillah dik, kamu sehat juga kan. Terima amplop ini ya dik, kau saja yang simpan" Beni menyerahkan amplop berisi beberapa lembar uang.

"tapi aku bukan siapa-siapa. Tak pantas aku menerima uang ini".

"bukankah kelak kita akan menikah? Simpanlah dik, aku tak sempat membelikanmu oleh-oleh. Belilah baju dan yang lainnya.

"apakah aku hanya sebagai taruhan?" tanyaku.
"kata siapa?" ia bertanya kembali, namun wajahnya terlihat begitu gugup.
"mas, sudah banyak yang bilang sama Deby, benarkah itu?" tanyaku.
"andai aku jujur, apakah kamu akan percaya?" tanyanya.

Deby hanya menganggukkan kepala.

"sebelum aku menyatakan cinta sama kamu, adakah 2 pemuda kampung yang juga menyatakan cinta padamu?" Beni bertanya kepada Deby.

Deby diam, menatap wajah Beni denga tanda tanya yang sangat banyak. Knapa Beni bisa tahu padahal Debyvtak pernah cerita. Deby kini kembali menganggukkan kepalanya.

"ya, itulah, kita sedang bertaruh. Saat itu memang, aku tak begitu ingin berpacaran denganmu, namun, setelah aku mendekatimu rasa cinta muncul begitu saja, maka sampai kini, menurutku cintaku padamu bukan perkara taruhan. Inilah perasaanku" jelas Beni kepada Deby.

Deby tersenyum. Entah apa yang merasuki Deby hingga ia mudah luluh dan percaya kepada ucapan Beni.

Hari demi hari berlalu, saat Beni pulang Deby sering janjian untuk bertemu dengan Beni. Sampai pada suatu hari, sms masuk di Hp ku.

'jangan dekati Beni, dia milikku. Dari Ita kekasih hati Beni'

Kali ini, Deby tak perdulikan pesan tersebut. Karena bagi Deby memang suatu hubungan akan banyak sekali rintangannya. Meski Deby penasaran, ia tetap mengabaikan pesan tersebut.

Sore itu, ada sebuah tandingan sepak bola di lapangan. Tak seperti biasanya, Beni tak kunjung menghubungi Deby. Biasanya Beni selalu mengajak Deby menonton pertandingan-pertandingan yang ada di lapangan.

"mbak, ikut aku yuk" ajak Dion.
"kemana?
"nonton Bola, sama adik mbak juga kok" jawabnya.

Deby ikut saja, karena memang sedang badmood. Sesampainya di lapangan, Dion menunjuk ke satu arah.
"lihat itu mbk"

Terlihat Beni sedang duduk berdua menikmati pertandingan sepak bola dengan seorang wanita.

¤Bersambung¤

Lima Langkah dari Rumah Part 3

Memang, orangtua Deby tidak begitu menyukai Beni. Beni memang berwajah tampan, namun dia terkenal urakan dan playboy.

"aku akan merubah sikapku demi kamu" ucap Beni.

"tapi........."

"jawab jujur, kamu suka tidak sama aku?".

Kali ini, Deby tak lagi diam. Meski malu-malu ia menganggukkan kepalanya.

"lantas apa yang dikhawatirkan? jadilah pacarku" ucap Beni.

Deby pun menyetujui permintaan Beni. Mereka berpacaran dengan gaya anak SMA, berangkat sekolah bareng, kadang janjian untuk makan siang bareng meski hanya makan bakso atau mie ayam.

Saat tiba masanya kelulusan anak SMA, Beni tidak lulus ujian. Dengan raut wajah sedih, ia mengabarkan kepada Deby. Bukan malah menjauh, Deby justru memberi dukungan semangat kepada Bima untuk berjuang di paket C. Rupanya Deby tengah dimabuk asmara.

Setelah lulus, Bima bekerja di Jakarta, di sebuah rumah makan milik kakaknya. Kini kisah cinta mereka terpisah oleh jarak dan waktu. Sudah kisaran 2 bulan Deby ditinggal merantau, ia begitu menjaga kepercayaan dari Beni.

"mbak, mbak pacaran sama Beni ya?" tanya Dion ke Deby.

Dion adalah sahabat karib adik Deby. Ia juga sering bermain dengan Beni meski usia selisih 4 tahun. Rupanya kabar kami berpacaran sudah mulai terdengar oleh penduduk kampung.

"iya yon, tau dari mana kamu?" tanyaku.
"tau aja lah,,enggak penting sih. Cuman mbak, taukah mbak? Kalau mbak cuman dijadikan taruhan?" lanjut Dion.

¤Bersambung¤

Lima Langkah dari Rumah Part 2

Deby terdiam, perasaan tak menentu. Pagi itu, ia diam membisu. Suasana kembali hening tak bergeming. Suara rem motor membuyarkan kesepian pagi itu.

"Deby, mau bareng e sekolah tidak?" teman Deby menyapa.

Deby langsung lari, seraya berteriak.

"aku duluan ya mas, bye" ucap deby sambil langsung lari menaiki motor temannya.

Sepanjang jalan, Deby terus memikirkan jawaban yang tepat. Meski perasaan tengah berbunga. Namun Deby belum dibolehkan berpacaran sebelum ia lulus.

"Apakah aku backstreet aja ya?" gumam Deby.

Hari-hari berlalu begitu cepat, ia tak berani lagi berangkat bareng Beni. Ia berangkat begitu pagi, sebelum Beni datang. Langkah kaki pun dipercepat saat berangkat sekolah.

Pagi itu, saat tetes embun belum berakhir, Deby bersiap berangkat ke sekolah. Kali ini ia agak santai, karena tak mungkin Beni berangkat sepagi itu.

"ehem,,,,ternyata berabgkat jam segini to" ucap laki-laki dari balik dinding warung tempat biasa mereka menunggu angkot.

"(busyet, udah nongol aja tu orang), eh, iya mas. Kok sudah berangkat?" tanyaku kebingungan.

"jadi, apa jawabanya?" tanya Beni tiba-tiba.
"jawaban apa?" tanyaku seolah tak tahu.
"mau aku ulangi pertanyaanya?"

Deby terdiam, ia faham dengan maksud Beny. Beberapa angkot berhenti, namun Beni tolak dengan halus. Ia tetap menginginkan jawabanku saat itu.

"tapi mas, rumah kita begitu dekat. Apakah orangtua akan setuju dengan hubungan ini?" tanyaku polos.

¤Bersambung¤

Friday 1 November 2019

Lima Langkah dari Rumah

Kemilau asa di ufuk timur, menambah syahdu suasana. Tetes embun terakhir jatuh perlahan, seiring fajar menyapa dedaunan, dunia kecil bangun perlahan menyambut asa hari ini.

"Aku suka sama kamu, maukah kamu jadi pacarku?" ucap Beni kepada Deby.

Dua insan tengah berjalan kaki menuju jalan raya untuk menanti angkot yang biasa mereka tumpangi. Beni seorang siswa kelas 3, sedangkan Deby siswi kelas 1. Mereka bertetangga sangat dekat. Meski sekolah mereka berbeda arah, namun setiap pagi mereka berangkat bersama untuk menunggu angkot.


Suasana hening seketika, hanya terdengar langkah kaki mereka menuju jalan raya. Deby tak mampu berkata-kata. Disisi lain, dia bahagia mendengar ucapan Beni. Karena selama ini memang Beni lelaki dambaanya, namun ini kali pertamanya ada seorang laki-laki menyatakan cinta kepadanya. Tentu ia bingung, apa yang harus ia jawab.


Tak terasa, beberapa menit setelah mereka sampai di jalan raya. Sebuah angkot berhenti di hadapan mereka. Angkot yang akan kunaiki.

"tidak om, maaf ya" jawab Beni seraya memegang tanganku erat.

"Loh?" aku terkejut, kutatapi wajahnya. Terlihat senyum manisnya.

"jawab dulu pertanyaanku, iya atau tidak, lalu berangkatlah ke sekolah" lanjut Beni yang masih tetap memegang tanganku erat.

¤Bersambung¤


RASUL PENYANYANG (By Afif)

Sumber : Muhammad Teladanku   (Tugas menceritakan kembali isi bacaan teks non fiksi) T eman-teman Rasulullah S.A.W sangat tidak menyukai ...