Monday 18 April 2016

Si Dia Mengalihkan Perhatianku



Pagi yang cerah, saat itu hari Sabtu. Aku sedang membereskan kelas untuk persiapan masuk diawal semester baru. Aku seorang guru baru disebuah SD swasta.  Sebelumnya aku hanya  menggantikan salah satu guru yang kebetulan harus pulang kampung.
         
“Assalamu’alaikum, bu, maaf saya mau bertemu dengan Bu Eka. Yang mana ya?
          “Waalaikumsalam, iya saya sendiri Bu. Ada yang bisa saya bantu?

Terlihat seorang wanita cantik sedang menggendong anak kecil yang ternyata adalah si bungsu. Dia menceritakan ketiga anaknya yang salah satunya bernama Isam, berusia 8 tahun dan ia seorang tunarungu. Ibu itu menyampakan bahwa Isam adalah siswa pindahan dari sebuah sekolah swasta di Jawa. Kini Isam akan melanjutkan kelas 2 disekolah tempatku bekerja. Ibu itu menceritakan bahwa Isam akan menjadi salah satu siswa saya. Saya sangat terkejut, dalam hati bertanya-tanya “apa aku bisa?. Kulirik Isam yang sedang bermain kejar-kejaran dengan adiknya seraya berkata dalam hati “Ya Allah, apa ini?baru sebentar aku mencoba menjadi seorang guru, kini aku dihadapkan dengan seorang anak yang tuna rungu. Astaghfirullah. Aku beristighfar tak henti-hentinya.
Ternyata Isam menyadari, bahwa sedari tadi ia kuperhatikan. Dengan tersenyum manis dia memeluk Ibunya.
“Assalamu’alaikum sholih” sapaku dengan nada pelan seraya memegang tangannya.
“Wa’ala i kum sa lam” jawabnya sambil malu-malu.
Ibunya menjelaskan, bahwa sejak kecil ia memang sudah sekolah wicara. Jadi sekarang ia bisa bicara meski terbata-bata bahkan kalimatnya masih terbalik-balik.

Setelah lumayan lama kami berbincang-bincang, Ibunya Isam berpamitan.

          Bagaikan makan buah simalakama. Apa yang harus aku lakukan?. Ditambah lagi saat itu sekolah kami sedang kekurangan lokal. Semua siswa kelas 2 masuk siang, meskipun masuk siang kami tetap masih numpang diruang kelas milik TK. Disana belum ada bangku dan belum ada papan tulis besar. Jadi kami belajar beralaskan tikar dan menggunakan papan tulis mini berukuran 50 x 100 cm.
          Selang satu minggu aku bercengkrama dengan bermacam-macam karakter anak ditambah Isam, setiap malam aku menangis. Ya Allah, cobaan apa ini? Siapa aku hingga aku harus dititipi anak ini? Bagaimana jika aku tak bisa apa-apa?. Sempat aku  membenci kepala sekolah, karena menerima anak itu. Tapi seiring berjalannya waktu, ditambah nasehat dari Ibuku bahwa yang akan membuatku dewasa adalah beragam masalah yang kudapatkan, akhirnya aku sami’na wa atho’na. kuterima dengan segala keikhlasan.
          Dikeheningan malam, disepertiga malam terakhir doa yang kupanjatkan tidak lain hanya memohon kekuatan untuk mendidik mereka terutama Isam.
          Aku mulai menyusun rencana. Apa yang harus kulakukan pada Isam, karena hampir setiap hari dia kuacuhkan. Aku menghubungi orang tuanya. Alhamdulillah Ibunya “welcome” dengan curhatanku. Aku ceritakan bahwa aku tidak bisa mengajari Isam disaat jam belajar, aku minta Isam diantar jam 11.00 siang untuk belajar dulu di perpustakaan. Ibunya lantas bilang padaku.
"Wah,,saya sangat senang jika Ibu ada waktu. berapa biaya tambahannya Bu?

Aku tersenyum, kukatakan padanya.
"Maaf bu, saya bukan membuka les privat untuk Isam. Ini hanya kebetulan saya ada waktu luang. Selain itu, saya merasa malu jika Isam tidak mendapatkan ilmu apapun selama kelas 2"
Setelah hampir lama saya dan Ibunya Isam saling bercerita, akhirnya Ibunya Isam setuju dengan usul dan keinginan saya.
Selain itu, ternyata Isam dirumah juga privat dengan guru lain. Akupun menghubungi guru les nya untuk kumintai keterangan dan perkembangan Isam selama di rumah.
          Alhamdulillah dengan kerjasama bersama Ibunya dan guru lesnya akhirnya sedikit demi sedikit Isam mulai menunjukkan perkembangan belajarnya. Meskipun Ia termasuk siswa yang berkebutuhan khusus, namun semangat belajarnya luar biasa. Dia tak mau kalah dengan tema-temannya. Yang sangat menonjol, dia sangat pandai di pelajaran MTK dan olah raga. Dia sangat suka berhitung. Memang untuk pelajaran membaca dia kurang menguasai, namun bukankah siswa normal lainnya pun sama? Ada yang hanya pandai dalam beberapa bidang pelajaran saja.
          Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa sudah satu tahun Isam bersamaku. Saat – saat yang kucemaskan adalah dia akan naik ke kelas 3, sedangkan aku tak bisa mendampinginya lagi. Aku juga ragu, apakan dia bisa mengikuti pelajaran dikelas selanjutnya? “ah, aku pasrahkan ia pada Allah. Harapanku guru selanjutnya yang akan memegang Isam akan lebih sabar dibandingkan aku. Akan lebih baik dibandingkan aku. Karna aku hanyalah seseorang yang baru belajar menjadi seorang guru.
          Hal yang tak bisa kulupakan adalah saat aku mengajari Isam jika bertemu dengan guru harus mencium tangan dan mengucapkan salam kini anak itu mempraktekannya. Dimanapun dia bertemu denganku, pasti dia lari untuk mengejarku, diraihnya tanganku lalu ia mengucapkan salam seraya mencium tanganku. Selain itu, yang selalu kuingat adalah ketika dia belajar tahfidz bersamaku kemudian ada ayat yang menurutnya susah untuk dihafal, dia akan memejamkan matanya, mendengarkan ketukan-ketukan yang kubuat, kemudian ia mulai menghafal.
Tak terasa air mata ini menetes tatkala mengingatnya. Semoga nanti ia menjadi orang sukses bersama semangatnya yang tak pernah padam.

Sunday 17 April 2016

Ini Tentang Sinergi Antara Kita

Setelah saya membaca buku Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor oleh Darmansyah, S. T., M. Pd. Didalamnya banyak sekali mengupas berbagai strategi dalam mendidik anak.
mata saya tertuju pada sebuah kalimat "Semangat belajar muncul ketika suasana begitu menyenangkan dan belajar akan efektif bila seseorang dalam keadaan gembira dalam belajar (Dryden & Vos, dalam Darmansyah)

Berulang-ulang kubaca kalimat tersebut, lantas aku berfikir.
"WAW.......amazing.....luar biasa, benar juga. disaat hati peserta didik merasa senang, bahagia, nyaman didukung dengan suasana hati pendidik yang juga tengah merasa gembira dan ikhlas untuk menyalurkan ilmunya, bukan hal yang mustahil pembelajaran akan berlangsung begitu efektif"

Pertanyaan yang timbul dalam benak saya adalah bagaimana caranya?
Ya....bagaimana,,,, bagaimana menciptakan suasana seperti itu?
Pada kenyataanya, pendidik tidak tahu apa yang telah terjadi di rumah sebelum peserta didik berangkat sekolah. Apakah peserta didik berangkat sekolah dalam keadaan bahagia? atau sedih? atau mungkin dia berangkat sekolah dalam keadaan tertekan?
Tertekan karena uang saku mungkin. Tertekan karna membawa bekal dengan lauk yang tidak diminati. Atau bisa jadi, ia tertekan karena sebelum ke sekolah, dirumah sudah dimarah-marah sama orang tua.

Jika memang demikian keadaanya, bagaimana peserta didik akan nyaman belajar di sekolah? bagaimana akan efektif untuk belajar.

Kemungkinan selanjutnya yang mungkin bisa saja terjadi adalah pendidik yang acuh-tak acuh. Pendidik yang dalam hatinya belum mempunyai setitik rasa ikhlas untuk menyalurkan ilmunya, atau malah pendidik yang sedang banyak masalah lalu masalah tersebut dibawa sampai sekolah. Wah, ini yang bahaya. 

Saya rasa, teori Dryden & Vos akan terlaksana jika antara peserta didik dan pendidik sama-sama dalam keadaan bahagia.
Keren juga yah, bahagia.
Menjadi seorang pendidik ya harus ikhlas. Tetap tersenyum manis didepan peserta didik padahal sedang dirundung masalah.
Sebaiknya juga, sebelum berangkat ke sekolah orang tua menjaga suasana hati sang buah hati sehingga dia akan merasa nyaman untuk belajar. In syaa Allah jika antara peserta didik, orang tua, dan pendidik saling bekerja sama untuk senantiasa menjaga suasana hati sehingga Kegiatan Belajar Mengajar berlangsung efektif.

Eka Adinia, S.Pd

RASUL PENYANYANG (By Afif)

Sumber : Muhammad Teladanku   (Tugas menceritakan kembali isi bacaan teks non fiksi) T eman-teman Rasulullah S.A.W sangat tidak menyukai ...