Sunday, 3 November 2019

Lima Langkah dari Rumah Part 3

Memang, orangtua Deby tidak begitu menyukai Beni. Beni memang berwajah tampan, namun dia terkenal urakan dan playboy.

"aku akan merubah sikapku demi kamu" ucap Beni.

"tapi........."

"jawab jujur, kamu suka tidak sama aku?".

Kali ini, Deby tak lagi diam. Meski malu-malu ia menganggukkan kepalanya.

"lantas apa yang dikhawatirkan? jadilah pacarku" ucap Beni.

Deby pun menyetujui permintaan Beni. Mereka berpacaran dengan gaya anak SMA, berangkat sekolah bareng, kadang janjian untuk makan siang bareng meski hanya makan bakso atau mie ayam.

Saat tiba masanya kelulusan anak SMA, Beni tidak lulus ujian. Dengan raut wajah sedih, ia mengabarkan kepada Deby. Bukan malah menjauh, Deby justru memberi dukungan semangat kepada Bima untuk berjuang di paket C. Rupanya Deby tengah dimabuk asmara.

Setelah lulus, Bima bekerja di Jakarta, di sebuah rumah makan milik kakaknya. Kini kisah cinta mereka terpisah oleh jarak dan waktu. Sudah kisaran 2 bulan Deby ditinggal merantau, ia begitu menjaga kepercayaan dari Beni.

"mbak, mbak pacaran sama Beni ya?" tanya Dion ke Deby.

Dion adalah sahabat karib adik Deby. Ia juga sering bermain dengan Beni meski usia selisih 4 tahun. Rupanya kabar kami berpacaran sudah mulai terdengar oleh penduduk kampung.

"iya yon, tau dari mana kamu?" tanyaku.
"tau aja lah,,enggak penting sih. Cuman mbak, taukah mbak? Kalau mbak cuman dijadikan taruhan?" lanjut Dion.

¤Bersambung¤

Lima Langkah dari Rumah Part 2

Deby terdiam, perasaan tak menentu. Pagi itu, ia diam membisu. Suasana kembali hening tak bergeming. Suara rem motor membuyarkan kesepian pagi itu.

"Deby, mau bareng e sekolah tidak?" teman Deby menyapa.

Deby langsung lari, seraya berteriak.

"aku duluan ya mas, bye" ucap deby sambil langsung lari menaiki motor temannya.

Sepanjang jalan, Deby terus memikirkan jawaban yang tepat. Meski perasaan tengah berbunga. Namun Deby belum dibolehkan berpacaran sebelum ia lulus.

"Apakah aku backstreet aja ya?" gumam Deby.

Hari-hari berlalu begitu cepat, ia tak berani lagi berangkat bareng Beni. Ia berangkat begitu pagi, sebelum Beni datang. Langkah kaki pun dipercepat saat berangkat sekolah.

Pagi itu, saat tetes embun belum berakhir, Deby bersiap berangkat ke sekolah. Kali ini ia agak santai, karena tak mungkin Beni berangkat sepagi itu.

"ehem,,,,ternyata berabgkat jam segini to" ucap laki-laki dari balik dinding warung tempat biasa mereka menunggu angkot.

"(busyet, udah nongol aja tu orang), eh, iya mas. Kok sudah berangkat?" tanyaku kebingungan.

"jadi, apa jawabanya?" tanya Beni tiba-tiba.
"jawaban apa?" tanyaku seolah tak tahu.
"mau aku ulangi pertanyaanya?"

Deby terdiam, ia faham dengan maksud Beny. Beberapa angkot berhenti, namun Beni tolak dengan halus. Ia tetap menginginkan jawabanku saat itu.

"tapi mas, rumah kita begitu dekat. Apakah orangtua akan setuju dengan hubungan ini?" tanyaku polos.

¤Bersambung¤

Friday, 1 November 2019

Lima Langkah dari Rumah

Kemilau asa di ufuk timur, menambah syahdu suasana. Tetes embun terakhir jatuh perlahan, seiring fajar menyapa dedaunan, dunia kecil bangun perlahan menyambut asa hari ini.

"Aku suka sama kamu, maukah kamu jadi pacarku?" ucap Beni kepada Deby.

Dua insan tengah berjalan kaki menuju jalan raya untuk menanti angkot yang biasa mereka tumpangi. Beni seorang siswa kelas 3, sedangkan Deby siswi kelas 1. Mereka bertetangga sangat dekat. Meski sekolah mereka berbeda arah, namun setiap pagi mereka berangkat bersama untuk menunggu angkot.


Suasana hening seketika, hanya terdengar langkah kaki mereka menuju jalan raya. Deby tak mampu berkata-kata. Disisi lain, dia bahagia mendengar ucapan Beni. Karena selama ini memang Beni lelaki dambaanya, namun ini kali pertamanya ada seorang laki-laki menyatakan cinta kepadanya. Tentu ia bingung, apa yang harus ia jawab.


Tak terasa, beberapa menit setelah mereka sampai di jalan raya. Sebuah angkot berhenti di hadapan mereka. Angkot yang akan kunaiki.

"tidak om, maaf ya" jawab Beni seraya memegang tanganku erat.

"Loh?" aku terkejut, kutatapi wajahnya. Terlihat senyum manisnya.

"jawab dulu pertanyaanku, iya atau tidak, lalu berangkatlah ke sekolah" lanjut Beni yang masih tetap memegang tanganku erat.

¤Bersambung¤


Wednesday, 30 October 2019

Biografi Kak Karis (Lelaki atau Perempuankah?)

Karis Rosida adalah salah satu peserta di komunitas menulis, ODOP Batch 7. Sejak kecil ia dipanggil Karis, namun karena sering dikira lelaki maka adapula yang memanggilnya Rosida atau Kak Ros. Karis lahir di Blitar, 22 September 1987. Saat ini usianya menginjak 32 tahun.

Perempuan yang terlahir dari keluarga sederhana ini menyukai dunia wirausaha, pendidikan, sosial dan literasi. Saat ini tengah aktif dikegiatan menulis serta berbagai komunitas lainnya. Salah satunya aktif di komunitas ODOP.

Jika melihat latar belakang Karis, ia tidak memiliji jejak penukis. Bapaknya seorang wirausaha, sedang ibunya hanya Ibu Rumah Tangga biasa. Kini Karis sendiri juga menekuni dunia wirausaha. Dulu ia kuliah di Universitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, dan lulus di tahun 2010. Tak ada jejak sebagai seorang penulis bukan?.

Namun, ia pernah bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Setelah minpi itu terkubur lama sekali, tiba-tiba kisaran setahun lalu saat aksi bersama komunitas Save Street Child Blitar ia bertemu dengan adik-adik luar biasa yang memberi
beberapa buku dan alat tulis sebagai tanda perpisahan. Kado sederhana
namun bermakna bagi perjalanan hidupnya. Seketika ia teringat dengan mimpi yang sudah terkubur lama.

Setelah hibernasi panjang dari media sosial, akhirnya ia kembali coba-coba menulis dengan mengikuti RWC ODOP,
30 Hari Bercerita selama Ramadhan yang diadakan oleh Arrahman Press, dan event nulis dari YDSF Malang.

Usai lebaran akhirnya ia mulai percaya diri untuk mengikuti kompetisi meskipun belum pernah membuat
cerpen atau puisi, intinya nekat aja.

Dari coba-coba alhamdulillah kini Karis memiliki karya meski masih dalam bentuk antologi. Beberapa karyanya antara lain, Tak Sebaik Angkasa (Buku Antologi Puisi), Titik Tempuh Terakhir, Serupa Bintang Serius, Sudut Paling Dingin (Buku Antologi Cerpen) dan satu lagi  Cara Allah Mencintai Hamba-Nya (Buku Antologi Kisah Inspiratif).

Kenapa saya menuliskan biografi Karis? Tantangan di komunitas menulis ODOP pekan terakhir begitu menyeramkan bagi saya. Menulis biografi orang yang belum kita kenal, tapi ternyata asyik juga. Ada satu lagi tantangan yang luar biasa, menulis cerbung 5 episode. Smoga Allah kuatkan aku.


Sunday, 27 October 2019

Edisi Cerita Curhat

Baiklah, dipenghujung ODOP ini tantangan begitu berat. Ya, benar. Istiqomah itu susah.

Pekan ini hari-hariku dipenuhi agenda. Sejak Minggu sampai Minggu lagi. Akhirnya tugas menulis terbengkalai.

Kucoba membayar hutang yang ada, namun tetap saja susah sekali menulis 5 judul sekaligus. Apalagi banyak kerjaan lainnya.

Malam ini, malam terakhir setor tulisan di pekan ini. Dimana esok pagi tulisan akan direkap. Yang biasanya kita boleh mengirimkan telat, pekan ini berbeda. Kita harus mengumpulkan setoran kita tepat waktu.

Malam ini kuputuskan untuk membuat cerpen serta puisi. Semoga krisan yang kudapat bisa menambah kecerdasan juga.

Baiklah, besok kita akan mendengarkan pengumuman bahwa yang konaisten akan tetap berada di grup tersebut sedang yang tidak akan tereliminasi.

Hadirmu

Hadirmu membawa secercah harapan
Tubuh mungilmu, jari jemarimu yang begitu lentik menambah syukurku pada Robb ku

Hadirmu mengasah kembali kelamnya cahaya itu, hingga kembali bersinar selayak purnama pada rembulan malam.

Hadirmu membawa kesejukan meluluhkan amarah dan dendam

Menanti hadirmu hal terindah dalam hidup ini

Hadirmu saat ini sudah mampu menyinari ilhamku dan semangat baru
Hati yang dulu layu berankak mulai segar tegak
Hati yang dulu rapuh kini mulai menguat

Mencintaimu

Aku sudah mencintaimu sejak kita bertemu mata
Dirimu bagaikan penghujung malam tahun baru
Bak titik awal dan akhir dalam hidupku

Mencintaimu adalah titik awal kebahagiaan dan titik akhir pencarian

Cinta itu seperti parfum dan mengalir seperti arus
Engkau seperti hujan dan aku seperti bumi yang menanti dan menyambutmu.

Meski engkau bukan yang sempurna
Namun kau mampu membuatku utuh dalam kesempurnaah

Terima kasih suamiku
Telah menghancurkan hatiku
Akhirnya cahaya keindahan itu masuk ke relung kalbuku

Aku Bukan Ular Raksasa

"Tolong, tolong, tolong" teriak Nita seraya berlari bak ketemu dengan wewe gombel.

Nita seorang gadis belia yang kini tengah dalam masa penantian. Ia menantikan sang pujaan hati yang tak kunjung datang untuk melamarnya.

Malam ini, dia terlihat ketakutan. Ia berlari tunggang langgang mencari pertolongan.

"ada apa Nita?" tanya Pak RT sambil menenangkan Nia.

"pak, saya melihat ular raksasa sedang melintas di kampung kita" ucap Nita sambil mengatur nafasnya.

"ah, tidak mungkin Nita, itu hanya halusinasi kamu saja" jawab Pak RT.

Meski Nita berusaha menjelaskan pada Pak RT dan tetangga sekitar, tetap saja para tetangga tak ada yang mempercayainya.

Nita kembali berjalan kearah pulang. Tak berselang lama, banyak warga yang berteriak.

"ular, ular, ular raksasa" teriak warga.

Nita masih terdiam melihat beberapa warga yang berhamburan. Tiba-tiba ada yang memegang tangan Nita lalu mengajaknya untuk berlari. Saat Nita menoleh, ternyata seorang lelaki berparas tampan.

Namun, semua warga terheran. Karena yang dilihat warga, bukan lelaki tampan yang tengah menggandeng tangan Nita, tapi seekor ular raksasa yang tengah melilit Nita.

"wahai gadis cantik, tolong aku. Ikutlah denganku. Akan kuceritakan tentangku" ucap lelaki itu.

"awas Nita, hati-hati" teriak warga.

Ditengah kebingungan dan kebimbangan yang kini dialami Nia, dia mengambil keputusan untuk mwnolong lelaki tersebut. Entah kenapa, lelaki tersebut membawa Nia ke sebuah masjid. Tak satupun warga yang berani mengikuti mereka.

Sesampainya di masjid.
"wahai gadis cantik, perkenalkan. Aku Doni. Maukah kamu menolongku?"

"apa yang bisa aku tolong?" jawab Nita.

"Dulu aku seorang manusia juga sepertimu, namun, saat aku mendaki gunung aku sempat berkata kotor serta merusak alam sekitar. Sampai suatu hari aku dikutuk menjadi seekor ular raksasa. Dan aku bisa berubah menjadi manusia kembali jika seorang gadis yang memiliki hati lembut mampu mencabut sebuah sisik yang ada di leherku. Maukah kamu membantuku?" ucap lelaki itu.

"Jadi???

Belum sempat Nita berkata-kata, lelaki tersebut memotong perkataanya.

"benar, akulah ular yang ku lihat melintas di kampungmu. Jangan takut, aku tidak jahat" lanjut ular tersebut.

Akhirnya Nita menuruti permintaan sang ular untuk mengambil sisiknya. Tiba-tiba, keajaiban datang. Ular raksasa itu berubah menjadi lelaki tampan.

Sejak saat itu, Nita dan Doni saling mencintai.

Saat Doni berniat meminang Nita. Tiba-tiba Nita dikagetkan dengan suara dering jam wekkernya.

"Oh My God, selamat jalan mimpi indahku" gumam Nita.

Ternyata hanya mimpi belaka.

Saturday, 26 October 2019

Hilangkan Grogi Sebelum Lomba

"Pak, pak sepertinya belok kanan deh"

Dia diam saja, sambil tetap jalan lurus. Kemudian berhenti disebuah lapangan. Dia membuka Hp, membuka Google Map. Kemudian motor kembali melaju.

"Alhamdulillah ketemu juga, itu lo bu kantornya" kata Suamiku sambil menuju ke arah kantor Bahasa Lampung.

Kami sampai di lokasi tepat pukul 06.30 pagi. Saat itu hanya ada petugas kebersihan. Kami berberes diri merapihkan pakaian yang sedikit kusut. Tak lama kemudian banyak peserta berdatangan.

Tempat untuk lomba berada di lantai 3. Arkhan dan suamiku jalan-jalan mencari kue untuk persiapan cemilan. Dan aku menuju tempat lomba.

Grogi tak terkira ketika kulihat teman-teman lainnya membawa aneka media pembelajaran. Persiapan yang sangat matang. Lalu aku? Aku hanya terdiam usai menuliskan nama dan me4ngumpul syarat lomba.

"baiklah, tenang nia, tenang" gumamku.

Akhirnya, sebelum acara dimulai. Aku berkeliling mencari teman baru. Kesana kesini serambi nge-vlog aku berkenalan dengan banyak teman dari berbagai daerah. Lumayan untuk mengurangi rasa grogiku.

Banyak juga yang asyik berselvi ria, bercengkrama, juga tak sedikit yang latihan mengajar sebelum lomba dimulai.
Sungguh pengalaman baru bagiku. Alhamdulillah kuucap syukur sudah dipertemuka dengan orang hebat di sini.

~to be continue~

Usaha Takkan Menghianati Hasil

Di sudut ruangan, seorang gadis berparas ayu tengah memikirkan sesuatu. Tubuhnya yang mungil, dengan jilbabnya yang panjang menambah ayu diwajahnya. Ia terlihat begitu cemas.

"Pak, maaf mengganggu bisa bicara sebentar?" tegurnya pada seorang bapak yang belum terlihat tua.

"Ya Nina, ada apa? Ada masalah yang serius?" tanyanya.

Nina seorang siswi SMA disebuah kota. Dia seorang yang periang, juga cekatan. Pada suatu hari, dia membaca sebuah brosur berisikan macam-macam lomba. Sedangkan di sekolahnya, kebanyakan siswanya tak berminat dengan berbagai perlombaan.

Namun, Nina begitu tertarik dengan lomba yang tertera yaitu lomba membaca puisi. Meski ia tak begitu suka dengan puisi, kini ia sedang mencoba membujuk gurunya untuk mendaftarkan temannya diajang lomba ini.

"Pak, ini ajang bergengsi. Ayo dong ikutan" bujuknya.
"Adakah yang berminat?" Pak Andi bertanya kepada Nina.

Kali ini Nina terdiam, dia berfikir keras. Siapa yang akan maju mengikuti lomba ini.

"Belum ada si pak, tapi pak?
"Kalau Nina ingin ikut, Bapak dukung saja" potong Pak Andi.

"Tapi Nina buka ahlinya di bidang puisi, nanti kalau kalah bagaimana?"
"Memang Nina pernah menang?" tukas Pak Andi.

"(Memang Nina pernah menang?). Ampun deh, benar sekali. Tak satupun lomba yang pernah kumenangkan. Tapi, jahat banget sih Pak Andi berkata seperti itu" gumam Nina.

Diam-diam Nina mendaftarkan diri ikut lomba. Dalam prosesnya, banyak teman yang dijadikan guru, banyak guru yang dijadikan tempat curhat. Sampai-sampai, Ibu di rumah pun menjadi salah satu guru bagi Nina.

Hari demi hari Nina belajar, tujuan Nina satu. Menang.

Pada hari perlombaan, tangan mulai dingin, hati mulai tak karuan, detak jantung berpacu sangat kuat. Ya, Nina sering demam panggung.

Perlombaanpun berlangsung, Maa syaa Allah, saat menaiki panggung tubuh Nina gemetar tak karuan. Namun demi satu kata yaitu Menang. Semua rasa ia abaikan. Nina lancar membacakan puisi diatas panggung.

Sampai tibalah saat pengumuman. Dewan juri mengumumkan juara 5 terlebih dahulu. Nina mendengarkan dengan penuh cemas. Sampai akhirnya.

"Yah, belum juara" ucap Nina dengan ekspresi wajah sedih.
"Apa yang akan kuceritakan di sekolah dengan teman dan guruku" gumamnya lagi

Keesokan harinya, Nina coba datang ke sekolah dengan wajah ceria. Jika ada teman yang bertanya, dia akan menjawab apa adanya. Sampailah ketika Nina berjumpa dengan Bu Sari.

"Bu aku kalah" ucapnya
"Maa syaa Allah Nina, Nina sudah hebat berani tampil di depan umum. Nak, ketika seseorang ingin mendapat penghargaan atau juara, ia harus merasakan perjuangan, sedangkan Nina? Kan Nina baru sekali berjuang, In syaa Allah dilain kesempatan Nina akan mendapat juara" ucap Bu Sari.

Nada, suara, ucapan Bu Sari begitu lembut terdengar di telinga. Nasehat yang akan ku ingat selama hidupku. Ya. Aku harus terus mencoba. Toh kegagalan adalah awal dari keberhasilan.

Setahun telah berlalu, kali ini Nina naik ke kelas 3 SMA. Alhamdulillah, riang tak terkira, Nina mendapat brosur undangan mengikuti lomba. Lomba yang sama dengan setahun lalu. Kali ini, Nina berusaha lebih keras lagi. Tak satupun hari ia lewati tanpa latihan membaca puisi. Kali ini dia berjuang dengan sunggug-sungguh.

Nina berlatih sampai hari perlombaan pun tiba.

"Bu Sari, Alhamdulillah aku bisa mendapat juara 2" ucap Nina sambil memeluk Bu Sari.

Ya, Nina meraih juara 2 diajang lomba membaca puisi. Meski hanya juara 2, tapi Nina sangat bahagia.

"Alhamdulillah, selamat ya Nina, tuh kan, apa Ibu bilang. Memang ya, usaha tak kan menghianati hasil" ucap Bu Sari kembali.

Kini, Nina selalu bersemangat untuk meraih apa yang ia inginkan.

Thursday, 24 October 2019

Cerita Semalam Sebelum Lomba

"Niatnya mencari ilmu dan pengalaman bu" ucap suamiku.

Ah, dia selalu membuat hatiku luluh. Selalu mendukungku disetiap kegiatanku.
Pada hari Senin, sepulang sekolah aku berkemas. tentu baju ganti untuk anakku paling banyak kubawa. Tak lupa, aku mengemas perlengkapan untuk media mengajarku. meski tradisional, tak apalah.

Rencananya kami akan menginap di rumah paman, yang tinggal di Tigeneneng. Pukul 17.00 motor kami melaju dengan perlahan dan santai. Disepanjang jalan, Arkhan, anakku tak mau duduk. Dia asyik melihat pemandangan sekitar.

Tepat saat adzan berkumandang, kami sampai di rumah paman. Di sana kami disambut dengan begitu hangat. Setelah sholat magrib, kami bercengkerama di ruang tamu sambil sesekali menikmati jagung rebus.

"warung di sebelah mana ya man?" tanyaku.
"maju sedikit, belok ke kiri sampai kok"

Pempers Arkhan habis, jadi kami segera mencari ke warung terdekat. Saat mencari warung, ternyata kami berjumpa dengan tetangga kampung yang menikah dengan orang Tigeneneng. Akhirnya kita mampir sebentar untuk sekedar basa-basi.

Sepulang mencari pempers, kamipun pulang. Sampai rumah paman, kami membakar jagung di teras depan. Suasana malam yang terang bulan menambah kehangatan. Sampai akhirnya Arkhan mulai meringik minta tidur.

Setelah Arkhan tertidur aku dan suami mempersiapkan perlengkapan yang esok akan di bawa. Aku menyetrika, suamiku menyelesaikan bahan ajarku. Alhamdulillah, pukul 22.00 semuanya selesai. Kami bersegera untuk tidur agar esok tak kesiangan.

~to be continue~

RASUL PENYANYANG (By Afif)

Sumber : Muhammad Teladanku   (Tugas menceritakan kembali isi bacaan teks non fiksi) T eman-teman Rasulullah S.A.W sangat tidak menyukai ...