Tuesday 16 October 2018

Uang atau Bintang


Lagi-lagi aku diberi amanah untuk menjadi wali kelas 6. Tapi kali ini, ada yang menarik. Dikelasku ada seorang anak tuna rungu, namanya Abrisam. Aku tak begitu khawatir, karena aku memiliki shadaw teacher. Pak Wildan namanya.
Seperti biasa, aku paling suka dan paling fokus dengan nilai matematika anak-anak. Mungkin karena aku suka dengan matematika.
Diawal pembukaan belajar matematika, seperti biasa aku selalu bertanya.
“Siapa saja yang tidak suka dengan matematika di kelas ini? Tolong angkat tangan!”. Tanyaku.
Sontak mataku terbelalak, karena setelah tangan diangkat begitu banyak tangan bergentayangan. Benar saja, dari 32 siswaku ada 25 siswa yang tidak suka matematika. PR besar bagiku, karena aku harus mempersiapkan mereka menuju ujian.
Aku teringat dengan salah seorang motivator.
“Buat pelajaran kita salah satu pelajaran yang menyenangkan, agar siswa  membuka hati, membuka pikiran  (open minset bahasa kerennya) sehingga siswa kita akan merasa pelajaran kita sangatlah mudah”
“Maa syaa Allah, kenapa matematika tidak disukai?” tanyaku.
“Dari dulu remedi terus!”
“males bu!
“Matematika pelajaran sulit bu”
Dan masih banyak lagi teriakan mereka.
Otakku mulai melayang, harus kumulai dari mana untuk menjejeli mereka pelajaran kelas 6. Kemudian aku mulai membentuk mereka menjadi 6 kelompok secara acak. Kemudian masing-masing kelompok memilih nama kelompok beserta ketua kelompoknya. Masing-masing kelompok diminta untuk membawa kertas spectra, dimana kertas tersebut digunakan untuk menempel bintang bagi siswa atau kelompok yang mendapatkan reward karena tenang, ibadahnya rajin, diskusinya menarik, jawaban tepat, tidak mengganggu temannya saat belajar dan masih banyak yang lainnya.
Perlahan-lahan aku ajak mereka main game matematika “siapa cepat raih angka 20”. Pasti pembaca sudah pernah ya memainkan game seru satu ini. Alhamdulillah tanggapan mereka luar biasa. Mereka antusias untuk mengalahkan temannya, meski belum tau kata kuncinya. Dua jam pelajaran matematika hampir berakhir, namun mereka tetap saja bermain.
Diakhir permainan, pemenangnya harus melawanku. Sorak riuh terdengar karena Eza yang harus melawanku. Jelas saja tetap aku yang menang, karena Eza belum tahu kata kuncinya. 15 menit menjelang ganti pelajaran, kuselipkan nasehat kepada mereka. Bahwasannya, matematika itu pelajaran yang mudah dan menyenangkan.
Keesokan harinya, sebelum memulai pelajaran matematika, aku membawa game seru lagi yang membuat mereka bersemangat. Kali ini, yang bisa memecahkan teka-teki yang kubuat maka kelompoknya mendapatkan sebuah bintang. Dan ternyata kelompok Eza lah yang berhasil memecahkan teka-teki tersebut.
Suatu hari, saya sengaja memberikan soal matematika yang begitu mudah, agar sebagian besar dari mereka mendapat nilai 100. Saya yakin, patokan mereka adalah nilai. Saya minta kepada mereka untuk berdiskusi dalam mengerjakannya. Benar saja, saat buku mereka kembali dengan nilai 100 semua, mereka merasa bahagia. Alhamdulillah.
Diwaktu yang lain, aku memberikan soal yang mudah lagi agar mereka mulai suka dengan matematika. Alhamdulillah, apa yang aku pikirkan benar. Sms dan watshap dari orang tua wali murid mulai berdatangan. Mereka berkata, anaknya mulai suka dengan matematika, ada yang bilang belajar denganku asyik, pun ada yang bilang andai semua pelajaran aku yang mengampu. Ah, kalimat begituan membuatku ingin terbang melayang. (sabar eka, ini ujian). Lamunanku kuhentikan, aku mulai tersadar.
“ah, asyik karna itu fasion ku. Coba aku mengampu pelajaran IPS, pasti garing”
Pada hari Senin, setelah aku memberikan materi matematika. Aku menantang siswaku.
“Bu guru tantang kalian, bagi 2 orang pertama yang berani menghadap bapak kepala sekolah dan meminta soal matematika materi ini kemudian dia bisa menyelesaikan di hadapan beliau, Bu guru beri uang masing-masing 10 ribu”
Aku menyaksikan sesuatu yang lain di kelasku. Kenapa?
Karena, wajah mereka menunjukkan wajah siap. Sumringah, pertanda meng iyakan tantanganku.
Setelah sholat dzuhur berjamaah, kakiku melangkah ke kantor untuk mengambil secarik kertas penting. Tapi, sesampainya dikantor aku terkejut dengan dua siswaku yang sedang duduk dengan bapak kepala sekolah.
“Mas Nabel, mas Abim, apa yang kalian lakukan di sini?
“menjawab tantangan bu eka” jawab mereka
Aku kaget, sekaligus bangga dengan mereka. Aku biarkan mereka berbincang-bincang dengan kepala sekolah. Aku tinggalkan mereka berdua di kantor. Ketika kulirik, mereka sudah meninggalkan ruangan kepala sekolah, aku datangi ruangan beliau.
“Assalamualaikum pak”
“walaikumussalam wr wb ustadzah”
(yaelah, aku merasa tak pantas dengan sebutan itu)
“emmmmmmmmm pak, dua siswa tadi bisa jawab pertanyaan bapak tidak?”
“bisa,bisa”
“terimakasih pak”
Wah, hilang deh uangku, hahahaha. Aku mulai melangkahkan kaki menuju kelas. Baru saja masuk kelas.
“Bu eka, mana janjinya? Aku berani menghadap pak kepala sekolah dan bisa menjawab pertanyaan beliau” mereka menagih janjiku.
“Ah yang bener? Bu eka gak percaya ah”
“Bu eka nih bilang saja gak punya uang” ledek mereka
“macam-macam (kuambil dompet dan kukeluarkan uang dua puluh ribu”
“Bu, boleh tidak ditukar bintang saja? Kalau duit aku sudah punya banyak bu”.
Wah, padahal kalau duit kan bisa untuk apa saja. Sedangkan bintang hanya secarik kertas bergambar bintang. Untung nih aku, ah pikiran jahatku kubuang, aku harus memiliki pendirian apalagi di depan siswaku.
“ya tidak boleh to mas, hadiah uang ya uang, tidak boleh diganti bintang”
“bu, bu, bintang saja sih, 10 saja gak papa bintangnya”
“bintangnya tidak diperjual belikan ya”
Akhirnya mereka menerima hadiahku. Alhamdulillah kini di kelasku sebagian besar sudah menyukai pelajaran matematika. Semoga seterusnya akan menyukai matematika.

No comments:

Post a Comment

RASUL PENYANYANG (By Afif)

Sumber : Muhammad Teladanku   (Tugas menceritakan kembali isi bacaan teks non fiksi) T eman-teman Rasulullah S.A.W sangat tidak menyukai ...